Minggu, 12 April 2020

URGENSI LOCKDOWN DAN PENERAPAN ASAS “SALUS POPULI SUPREMA LEX ESTO”.


[Oleh : ANGGI DWI PUTRA, S.H]
Dalam tatanan global ada kecenderungan pergeseran dari pendekatan ‘social distancing’ ke ‘lockdown’ yang terjadi di beberapa negara, dimana menurut beberapa pakar hal ini dilakukan ketika kasus sudah mencapai 1.000, maka negara sudah harus mempertimbangan dengan serius untuk kemungkinan ‘lockdown’.
Saat ini setidak-tidaknya 19 Negara telah memberlakukan kebijakan lockdown atau karantina wilayah seperti China, Italia, Spanyol, Perancis, bahkan Malaysia dan Filipina. Walaupun pada prakteknya, setiap negara punya kebijakan teknis dan penerapan lockdown yang berbeda-beda antara satu negara dengan negara lainnya.
Kebijakan karantina wilayah sendiri belum diambil oleh Pemerintah Pusat Republik Indonesia dengan alasan karena pemberlakukan Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan sebagai payung hukum pencegahan penularan Covid-19 masih terganjal karena belum adanya Peraturan Pemerintah yang merupakam turunan dari undang-undang tersebut  yang mengatur secara teknis pelaksanaan karantina kesehatan termasuk karantina wilayah.
Walaupun secara faktual di beberapa pemerintahan daerah di Indonesia telah berinisiasi untuk melakukan karantina wilayah secara lokal dengan menutup akses masuk dan keluar wilayahnya yang hal tersebut dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan karena karantina wilayah adalah domain pemerintah pusat jika merujuk Pasal 11 ayat (1) UU Kekarantinaan Kesehatan, yang menyatakan “Penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan pada Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat secara cepat dan tepat berdasarkan besarnya ancaman, efektivitas, dukungan sumber daya, dan teknik operasional dengan mempertimbangkan kedaulatan negara, keamanan, ekonomi, sosial, dan budaya”.
Berdasarkan situasi tersebut pula maka saat ini Pemerintah Pusat sedang menyiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah (PP) untuk melaksanakan apa yang disebut karantina kewilayahan yang rencananya akan mengadopsi penerapan lockdown seperti di Belanda karena penerapan karantina wilayah tersebut dianggap paling sesuai diterapkan di Indonesia.
Diharapkan dalam PP tersebut, Pemerintah menuangkan berbagai aturan penting yang harus diikuti semua pihak selama karantina wilayah. ada banyak aspek kehidupan sosial dan ekonomi yang harus diatur agar PP tersebut tidak berdampak terlalu buruk bagi kehidupan masyarakat.
Karena patut dipertimbangkan juga bahwa karantina wilayah ataupun lockdown bukan langkah yang mudah, banyak sekali konsekuensi yang harus dipikirkan terhadap dampaknya Tidak hanya berdampak kepada stabilitas ekonomi, tapi juga kepada kehidupan sosial, hukum dan politik.
Tetapi dalam upaya memerangi Pandemi COVID-19 dengan kondisi dan situasi darurat sekarang ini dimana keselamatan rakyat menjadi taruhannya maka pemerintah seharusnya menjalankan segala daya upaya untuk memutus rantai penyebaran COVID-19 ini agar Indonesia bisa kembali pulih.
Hal tersebut merupakan suatu conditio sine quanon sesuai asas hukum yang dicetuskan oleh Marcus Tullius Cicero yaitu “Salus populi suprema lex esto” yang artinya adalah keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi.
Asas hukum Salus populi suprema lex esto merupakan fundamen dari Alenia keempat UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Kemudian daripada itu, untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia… maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada…”
Ini merupakan alenia sakral yang menjadi tujuan pembentukan negara Republik Indonesia. Perlindungan segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia ini merupakan hukum tertinggi bagi negara ini. Itulah mengapa tujuan perlindungan segenap bangsa dan seluruh tumpah darah tertuang dalam Pembukaan Konstitusi Indonesia sebagai hukum tertinggi.
Di bidang penegakan hukum dalam rangka mendukung kebijakan pemerintah beberapa instansi telah menerapkan asas ini di antaranya:
1.      Kepolisian RI dengan menerbitkan Maklumat Kapolri Jendral Idham Azis No. Mak/2/lll/2020 tanggal 19 Maret 2020 tentang Kepatuhan terhadap Kebijakan Pemerintah dalam Penanganan Penyebaran Virus Corona (Covid-19). Melalui maklumat ini maka Kepolisian dimungkinkan untuk bertindak secara represif bagi orang-orang yang dengan sengaja menolak untuk mematuhi protokol dan himbauan pemerintah apabila perlu dengan menerapkan ketentuan pidana menurut Undang-undang nomor 4 Tahun 1984 pasal 14 tentang wabah penyakit menular, Undang-undang nomor 6 Tahun 2018 pasal 93 tentang Kekarantinaan Kesehatan, serta pasal-pasal didalam KUHP yaitu pasal 212, pasal 214, Pasal 216 ayat (1) serta pasal 218.
2.      Mahkamah Konstitusi (MK) RI yang diketuai Anwar Usman meniadakan sidang dan layanan perkara selama waktu tertentu, Kebijakan itu dituangkan dan ditetapkan dalam Surat Edaran (SE) Sekretaris Jenderal MK tentang Upaya Pencegahan Penyebaran COVID-19 di Lingkungan Mahkamah Konstitusi tanggal 16 Maret 2020.
3.      Mahkamah Agung RI yang menerbitkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 2020 terkait pedoman pelaksanaan tugas selama masa pencegahan penyebaran COVID-19 di lingkungan Mahkamah Agung dan badan peradilan di jajarannya, Menurut Ketua MA M.Hatta Ali ini SEMA ini dimaksudkan untuk mengatur agar seluruh pimpinan, hakim, dan aparatur peradilan dan badan peradilan di bawahnya supaya melakukan langkah-langkah pencegahan demi pencegahan penyebaran COVID-19.
4.      Kementrian Hukum dan Ham melalui  Surat Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor (Menkumham) M.HH.PK.01.01.01-03 tertanggal 24 maret 2020 perihal pencegahan dan pengendalian penyebaran covid-19 di lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rutan surat Menkumham Yasonna Laoly tersebut menekankan apabila perpanjangan penahanan sudah tidak dimungkinkan, sidang perkara pidana dapat dilaksanakan di rutan atau lapas terbuka untuk publik. Sidang dilaksanakan melalui media internet.
5.      Kejaksaan Agung RI melalui Instruksi Jaksa Agung ST. Burhanudin dalam suratnya Nomor B-049/A/SUJA/03/2020 tanggal 27 Maret 2020 dan Surat Edaran Jaksa Agung (SEJA) Nomor 02 Tahun 2020 tentang Penyesuaian Sistem Kerja Pegawai Dalam Upaya Pencegahan Penyebaran virus Corona (Covid-19) di Lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MENGENAL REKAM JEJAK DIGITAL KITA DI INTERNET

Anggi Dwi Putra, SH Dunia digital memiliki jangkauan yang luas, tidak terbatas ruang dan waktu, mudah diterima serta dibagikan. Jika dahulu ...