![]() |
[Oleh : ANGGI DWI PUTRA, S.H] |
Dalam tatanan global ada kecenderungan pergeseran dari pendekatan
‘social distancing’ ke ‘lockdown’ yang terjadi di beberapa negara, dimana
menurut beberapa pakar hal ini dilakukan ketika kasus sudah mencapai 1.000,
maka negara sudah harus mempertimbangan dengan serius untuk kemungkinan
‘lockdown’.
Saat ini setidak-tidaknya 19 Negara telah memberlakukan kebijakan
lockdown atau karantina wilayah seperti China, Italia, Spanyol, Perancis,
bahkan Malaysia dan Filipina. Walaupun pada prakteknya, setiap negara punya
kebijakan teknis dan penerapan lockdown yang berbeda-beda antara satu negara
dengan negara lainnya.
Kebijakan karantina wilayah sendiri belum diambil oleh Pemerintah
Pusat Republik Indonesia dengan alasan karena pemberlakukan Undang-Undang RI
Nomor 6 Tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan sebagai payung hukum
pencegahan penularan Covid-19 masih terganjal karena belum adanya Peraturan
Pemerintah yang merupakam turunan dari undang-undang tersebut yang mengatur secara teknis pelaksanaan
karantina kesehatan termasuk karantina wilayah.
Walaupun secara faktual di beberapa pemerintahan daerah di
Indonesia telah berinisiasi untuk melakukan karantina wilayah secara lokal
dengan menutup akses masuk dan keluar wilayahnya yang hal tersebut dianggap
bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan
Kesehatan karena karantina wilayah adalah domain pemerintah pusat jika merujuk
Pasal 11 ayat (1) UU Kekarantinaan Kesehatan, yang menyatakan “Penyelenggaraan
Kekarantinaan Kesehatan pada Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dilaksanakan oleh
Pemerintah Pusat secara cepat dan tepat berdasarkan besarnya ancaman,
efektivitas, dukungan sumber daya, dan teknik operasional dengan
mempertimbangkan kedaulatan negara, keamanan, ekonomi, sosial, dan budaya”.
Berdasarkan situasi tersebut pula maka saat ini Pemerintah Pusat
sedang menyiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah (PP) untuk melaksanakan apa
yang disebut karantina kewilayahan yang rencananya akan mengadopsi penerapan
lockdown seperti di Belanda karena penerapan karantina wilayah tersebut
dianggap paling sesuai diterapkan di Indonesia.
Diharapkan dalam PP tersebut, Pemerintah menuangkan berbagai
aturan penting yang harus diikuti semua pihak selama karantina wilayah. ada
banyak aspek kehidupan sosial dan ekonomi yang harus diatur agar PP tersebut
tidak berdampak terlalu buruk bagi kehidupan masyarakat.
Karena patut dipertimbangkan juga bahwa karantina wilayah ataupun
lockdown bukan langkah yang mudah, banyak sekali konsekuensi yang harus
dipikirkan terhadap dampaknya Tidak hanya berdampak kepada stabilitas ekonomi,
tapi juga kepada kehidupan sosial, hukum dan politik.
Tetapi dalam upaya memerangi Pandemi COVID-19 dengan kondisi dan
situasi darurat sekarang ini dimana keselamatan rakyat menjadi taruhannya maka
pemerintah seharusnya menjalankan segala daya upaya untuk memutus rantai
penyebaran COVID-19 ini agar Indonesia bisa kembali pulih.
Hal tersebut merupakan suatu conditio sine quanon sesuai asas
hukum yang dicetuskan oleh Marcus Tullius Cicero yaitu “Salus populi suprema
lex esto” yang artinya adalah keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi.
Asas hukum Salus populi suprema lex esto merupakan fundamen dari
Alenia keempat UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Kemudian daripada itu, untuk
membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia… maka disusunlah kemerdekaan
kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang
terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat
dengan berdasar kepada…”
Ini merupakan alenia sakral yang menjadi tujuan pembentukan negara
Republik Indonesia. Perlindungan segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia ini merupakan hukum tertinggi bagi negara ini. Itulah mengapa tujuan
perlindungan segenap bangsa dan seluruh tumpah darah tertuang dalam Pembukaan Konstitusi
Indonesia sebagai hukum tertinggi.
Di bidang penegakan hukum dalam rangka mendukung kebijakan
pemerintah beberapa instansi telah menerapkan asas ini di antaranya:
1. Kepolisian
RI dengan menerbitkan Maklumat Kapolri Jendral Idham Azis No. Mak/2/lll/2020
tanggal 19 Maret 2020 tentang Kepatuhan terhadap Kebijakan Pemerintah dalam
Penanganan Penyebaran Virus Corona (Covid-19). Melalui maklumat ini maka
Kepolisian dimungkinkan untuk bertindak secara represif bagi orang-orang yang
dengan sengaja menolak untuk mematuhi protokol dan himbauan pemerintah apabila
perlu dengan menerapkan ketentuan pidana menurut Undang-undang nomor 4 Tahun
1984 pasal 14 tentang wabah penyakit menular, Undang-undang nomor 6 Tahun 2018
pasal 93 tentang Kekarantinaan Kesehatan, serta pasal-pasal didalam KUHP yaitu
pasal 212, pasal 214, Pasal 216 ayat (1) serta pasal 218.
2. Mahkamah
Konstitusi (MK) RI yang diketuai Anwar Usman meniadakan sidang dan layanan
perkara selama waktu tertentu, Kebijakan itu dituangkan dan ditetapkan dalam
Surat Edaran (SE) Sekretaris Jenderal MK tentang Upaya Pencegahan Penyebaran
COVID-19 di Lingkungan Mahkamah Konstitusi tanggal 16 Maret 2020.
3. Mahkamah
Agung RI yang menerbitkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 2020
terkait pedoman pelaksanaan tugas selama masa pencegahan penyebaran COVID-19 di
lingkungan Mahkamah Agung dan badan peradilan di jajarannya, Menurut Ketua MA
M.Hatta Ali ini SEMA ini dimaksudkan untuk mengatur agar seluruh pimpinan,
hakim, dan aparatur peradilan dan badan peradilan di bawahnya supaya melakukan
langkah-langkah pencegahan demi pencegahan penyebaran COVID-19.
4. Kementrian
Hukum dan Ham melalui Surat Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor (Menkumham) M.HH.PK.01.01.01-03 tertanggal 24
maret 2020 perihal pencegahan dan pengendalian penyebaran covid-19 di lembaga
pemasyarakatan (lapas) dan rutan surat Menkumham Yasonna Laoly tersebut
menekankan apabila perpanjangan penahanan sudah tidak dimungkinkan, sidang
perkara pidana dapat dilaksanakan di rutan atau lapas terbuka untuk publik.
Sidang dilaksanakan melalui media internet.
5. Kejaksaan
Agung RI melalui Instruksi Jaksa Agung ST. Burhanudin dalam suratnya Nomor
B-049/A/SUJA/03/2020 tanggal 27 Maret 2020 dan Surat Edaran Jaksa Agung (SEJA)
Nomor 02 Tahun 2020 tentang Penyesuaian Sistem Kerja Pegawai Dalam Upaya Pencegahan
Penyebaran virus Corona (Covid-19) di Lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar