“Setiap
kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban
atas apa yang dipimpinnya”.(HR. Bukhari Muslim)
![]() |
By: ANGGI DWI PUTRA, S.H |
Bahwa setiap kita adalah pemimpin, siapapun kita, apakah kita
sebagai presiden, menteri, gubernur, walikota, bupati, staf/pelaksana, kepala
seksi maupun kepala kantor adalah merupakan pemimpin dan akan dimintai
pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya. Dalam konteks seorang kepala
negara adalah pemimpin atas rakyatnya dan akan diminta pertanggungjawaban
perihal rakyat yang dipimpinnya.
Negara merupakan suatu titik di mana orang-orang meletakkan
harapan dan cita-cita bersama. Pada titik inilah, orang-orang bersepakat untuk
mengatur dan menata kehidupan dalam upaya mencapai kesejahteraan hidup bersama.
Pandangan bahwa negara sebagai perwujudan kontrak sosial, adalah
buah dari pengalaman panjang manusia mengarungi peradaban di mana di dalamnya
terjadi benturan dan chaos. Berangkat
dari pengalaman tersebut, maka kehadiran negara sepatutnya menjadi solusi
sistematis bagi problem yang di hadapi oleh masyarakat penghuni negara, yang
kemudian disebut rakyat.
Demikian pula dengan pemerintah. Selaku penyelenggara negara,
amanah yang harus dijalankan sebaik-baiknya adalah memastikan bahwa negara
sebagai sebuah solusi sistematis dapat berjalan sebagaimana mestinya. Hadir
memenuhi harapan dan cita-cita rakyatnya.
Kewajiban pemerintah ialah mencarikan jalan untuk mewujudkan
tujuan bernegara yang bermuara pada kesejahteraan rakyat dalam arti yang sesungguhnya.
Bukan kesejahteraan segelintir orang yang merupakan bagian dari jejaring
oligarki. Kartel yang hanya bermain-main dengan kekuasaan dan kesemena-menaan.
Seperti juga halnya dengan kebijakan pemerintah belakangan ini.
Sangat jauh dari pro kepada rakyat. Sangat-sangat menjengkelkan rakyat, bahkan
melukai hati rakyat. Sebab kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah yang
jauh dari harapan dan kepatutan.
Sementara itu, dikala kebijakan yang dibuat tidak lagi berpihak
pada rakyat. Bahkan malah mengkhianati rakyat. Merugikan dan membikin susah
hidup rakyat. Namun pemerintah sebagai pembuat kebijakan itu mengaku-ngaku
sebagai pemerintah yang pro rakyat, dengan sederet pencitraan yang dibangun di
atas pondasi seolah-olah memihak kepada rakyat.
Dalam konteks yang sama, janji-janji tidak kunjung dipenuhi. Pada
saat ini pula, patut rasanya rakyat tidak sabar menahan kata yang harusnya tak
perlu keluar jika penguasanya layak. Kekesalan rakyat yang memuncak dapat
mengakibatkan munculnya ketidakpercayaan, pembangkangan, dan perlawanan rakyat
yang maha dasyat nantinya.
Seorang pemimpin akan dipertanyakan atas kepemimpinannya. Apakah
dalam kekuasaannya, negara membawa maslahat atau malah sebaliknya menjadi
mudarat bagi rakyatnya?
Sebagaimana syari’ah, negara juga memiliki tujuan. Dan tujuan dari
sebuah negara adalah untuk mencapai maslahat. Membuat masyarakatnya adil dan
makmur. Demikian pula yang diamanahkan oleh Konstitusi Negara Republik
Indonesia.
Ketika seorang penguasa yang dengan kekuasaannya memerintah
negara, namun kebijakan-kebijakan yang dibuat tidak berpihak pada kepentingan
rakyat, maka pemerintahan semacam itu bukanlah pemerintahan yang membawa negara
kepada maslahat atau kebaikan kepada rakyat sebagai sebuah maqasid atau tujuan
bernegara.
Telah menjadi kewajiban bagi kita untuk mengingatkan penguasa.
Tujuannya, agar penguasa menyadari bahwa apa yang dilakukan dengan
pemerintahannya saat ini adalah keliru. Bahwa bahtera bernama Indonesia ini
harus kembali diarahkan ke tujuan berbangsa dan bernegara. Mewujudkan
masyarakat adil dan makmur sesuai perintah konstitusi negara.
Ibaratnya dalam sholat berjamaah, ketika imam lupa atau salah,
maka makmum harus mengingatkan dengan kode subhanallah. Saat ini, pemerintah
merasa tidak ada yang salah dengan kebijakan-kebijakan yang ada. Atas nama
perubahan, pemerintah membuat kebijakan-kebijakan yang wajib kita pertanyakan. Kepada
siapa pemerintah ini berpihak?
Rakyat sebagai makmum, wajib hukumnya mengingatkan kesalahan
penguasa dengan kode berupa kritikan. Kritikan yang dimaksud merupakan perubahan
ke arah mana? Perubahan untuk
siapa? Apakah ia perubahan yang membawa
perbaikan atau pengrusakan? Apakah akan
membawa maslahat atau mudarat?
Suatu perubahan atau islah, yang membawa kita ke arah maslahat, ke
arah perbaikan. Jika ada perubahan yang pada kenyataannya membawa kepada
mudarat, yang membawa kerusakan, maka itu bukanlah perubahan, melainkan pengrusakan.
Mudarat yang mengatasnamakan perubahan.
Seorang penguasa, atau sebuah pemerintahan seharusnya berlaku
adil. Sebab perilaku adil mendekatkan penguasa kepada taqwa. Adil itu,
seharusnya sudah dimulai sejak dari pikiran. Sejak dari kata-kata. Sebab dusta
pemimpin terhadap rakyatnya adalah penghianatan yang sangat menyakitkan.
“Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan
menyuruh kamu apabila memutuskan perkara di antara manusia, maka hendaklah
engkau memutuskannya dengan adil. Sungguh Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
(QS/4:58).
Realita yang kita hadapi saat ini, seharusnya menjadi bahan
pertimbangan, untuk menentukan arah perjalanan politik. Arah tujuan bernegara
kita di tahun mendatang. Bahwa jika kita menginginkan perubahan yang
benar-benar perubahan dalam arti islah. Untuk mencapai maslahat dan perbaikan.
Sudah saatnya kita sebagai rakyat, harus berani meminta
pertanggung jawaban dari seorang pemimpin negara atas kepemimpinannya.
Tujuanya, agar perubahan memberi itu dapat memberikan maslahat. Kebaikan kepada
seluruh rakyat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar