Selasa, 21 April 2020

TIBA SAATNYA RAKYAT MENUNTUT PERTANGGUNGJAWABAN PIMPINAN NEGARA


“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang dipimpinnya”.(HR. Bukhari Muslim)

By: ANGGI DWI PUTRA, S.H
Bahwa setiap kita adalah pemimpin, siapapun kita, apakah kita sebagai presiden, menteri, gubernur, walikota, bupati, staf/pelaksana, kepala seksi maupun kepala kantor adalah merupakan pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya. Dalam konteks seorang kepala negara adalah pemimpin atas rakyatnya dan akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya.
Negara merupakan suatu titik di mana orang-orang meletakkan harapan dan cita-cita bersama. Pada titik inilah, orang-orang bersepakat untuk mengatur dan menata kehidupan dalam upaya mencapai kesejahteraan hidup bersama.
Pandangan bahwa negara sebagai perwujudan kontrak sosial, adalah buah dari pengalaman panjang manusia mengarungi peradaban di mana di dalamnya terjadi benturan dan chaos. Berangkat dari pengalaman tersebut, maka kehadiran negara sepatutnya menjadi solusi sistematis bagi problem yang di hadapi oleh masyarakat penghuni negara, yang kemudian disebut rakyat.
Demikian pula dengan pemerintah. Selaku penyelenggara negara, amanah yang harus dijalankan sebaik-baiknya adalah memastikan bahwa negara sebagai sebuah solusi sistematis dapat berjalan sebagaimana mestinya. Hadir memenuhi harapan dan cita-cita rakyatnya.
Kewajiban pemerintah ialah mencarikan jalan untuk mewujudkan tujuan bernegara yang bermuara pada kesejahteraan rakyat dalam arti yang sesungguhnya. Bukan kesejahteraan segelintir orang yang merupakan bagian dari jejaring oligarki. Kartel yang hanya bermain-main dengan kekuasaan dan kesemena-menaan.
Seperti juga halnya dengan kebijakan pemerintah belakangan ini. Sangat jauh dari pro kepada rakyat. Sangat-sangat menjengkelkan rakyat, bahkan melukai hati rakyat. Sebab kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah yang jauh dari harapan dan kepatutan.
Sementara itu, dikala kebijakan yang dibuat tidak lagi berpihak pada rakyat. Bahkan malah mengkhianati rakyat. Merugikan dan membikin susah hidup rakyat. Namun pemerintah sebagai pembuat kebijakan itu mengaku-ngaku sebagai pemerintah yang pro rakyat, dengan sederet pencitraan yang dibangun di atas pondasi seolah-olah memihak kepada rakyat.
Dalam konteks yang sama, janji-janji tidak kunjung dipenuhi. Pada saat ini pula, patut rasanya rakyat tidak sabar menahan kata yang harusnya tak perlu keluar jika penguasanya layak. Kekesalan rakyat yang memuncak dapat mengakibatkan munculnya ketidakpercayaan, pembangkangan, dan perlawanan rakyat yang maha dasyat nantinya.
Seorang pemimpin akan dipertanyakan atas kepemimpinannya. Apakah dalam kekuasaannya, negara membawa maslahat atau malah sebaliknya menjadi mudarat bagi rakyatnya?
Sebagaimana syari’ah, negara juga memiliki tujuan. Dan tujuan dari sebuah negara adalah untuk mencapai maslahat. Membuat masyarakatnya adil dan makmur. Demikian pula yang diamanahkan oleh Konstitusi Negara Republik Indonesia.
Ketika seorang penguasa yang dengan kekuasaannya memerintah negara, namun kebijakan-kebijakan yang dibuat tidak berpihak pada kepentingan rakyat, maka pemerintahan semacam itu bukanlah pemerintahan yang membawa negara kepada maslahat atau kebaikan kepada rakyat sebagai sebuah maqasid atau tujuan bernegara.
Telah menjadi kewajiban bagi kita untuk mengingatkan penguasa. Tujuannya, agar penguasa menyadari bahwa apa yang dilakukan dengan pemerintahannya saat ini adalah keliru. Bahwa bahtera bernama Indonesia ini harus kembali diarahkan ke tujuan berbangsa dan bernegara. Mewujudkan masyarakat adil dan makmur sesuai perintah konstitusi negara.
Ibaratnya dalam sholat berjamaah, ketika imam lupa atau salah, maka makmum harus mengingatkan dengan kode subhanallah. Saat ini, pemerintah merasa tidak ada yang salah dengan kebijakan-kebijakan yang ada. Atas nama perubahan, pemerintah membuat kebijakan-kebijakan yang wajib kita pertanyakan. Kepada siapa pemerintah ini berpihak?
Rakyat sebagai makmum, wajib hukumnya mengingatkan kesalahan penguasa dengan kode berupa kritikan. Kritikan yang dimaksud merupakan perubahan ke arah mana?  Perubahan untuk siapa?  Apakah ia perubahan yang membawa perbaikan atau pengrusakan?  Apakah akan membawa maslahat atau mudarat?
Suatu perubahan atau islah, yang membawa kita ke arah maslahat, ke arah perbaikan. Jika ada perubahan yang pada kenyataannya membawa kepada mudarat, yang membawa kerusakan, maka itu bukanlah perubahan, melainkan pengrusakan. Mudarat yang mengatasnamakan perubahan.
Seorang penguasa, atau sebuah pemerintahan seharusnya berlaku adil. Sebab perilaku adil mendekatkan penguasa kepada taqwa. Adil itu, seharusnya sudah dimulai sejak dari pikiran. Sejak dari kata-kata. Sebab dusta pemimpin terhadap rakyatnya adalah penghianatan yang sangat menyakitkan.

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan menyuruh kamu apabila memutuskan perkara di antara manusia, maka hendaklah engkau memutuskannya dengan adil. Sungguh Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS/4:58).

Realita yang kita hadapi saat ini, seharusnya menjadi bahan pertimbangan, untuk menentukan arah perjalanan politik. Arah tujuan bernegara kita di tahun mendatang. Bahwa jika kita menginginkan perubahan yang benar-benar perubahan dalam arti islah. Untuk mencapai maslahat dan perbaikan.
Sudah saatnya kita sebagai rakyat, harus berani meminta pertanggung jawaban dari seorang pemimpin negara atas kepemimpinannya. Tujuanya, agar perubahan memberi itu dapat memberikan maslahat. Kebaikan kepada seluruh rakyat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MENGENAL REKAM JEJAK DIGITAL KITA DI INTERNET

Anggi Dwi Putra, SH Dunia digital memiliki jangkauan yang luas, tidak terbatas ruang dan waktu, mudah diterima serta dibagikan. Jika dahulu ...