KATA
PENGANTAR

Makalah
dengan judul “ Pengaruh
Tindak Pidana Terorisme“ ini dibuat guna memenuhi tugas Mata Kuliah Tindak Pidana
Tertentu Di Luar KUHP dan sebagai wacana sederhana di kalangan mahasiswa.
Sebagai
manusia biasa yang tak luput dari kesalahan, Saya menyadari banyak kekurangan
dalam makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat Saya
harapkan guna menyempurnakan makalah selanjutnya.
Saya juga mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu sehingga tugas ini dapat
terselesaikan.
Ternate, 10 Desember 2013
Anggi Dwi Putra, S.H
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jaringan teroris di
Indonesia ternyata lebih besar dan lebih berpengalaman dari yang selama ini
dipikirkan oleh banyak pihak. Analis International Crisis Group (ICG)
mengatakan perekrutan anggota baru dalam jaringan yang dibangun Noordin M Top
ternyata dilakukan dengan sangat mudah. Jaringannya pun terus berkembang dan
semakin meluas di tanah air.
Terorisme adalah
serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan membangkitkan perasaan teror
terhadap sekelompok masyarakat. Berbeda dengan perang, aksi terorisme tidak
tunduk pada tatacara peperangan seperti waktu pelaksanaan yang selalu tiba-tiba
dan target korban jiwa yang acak serta seringkali merupakan warga sipil.
Pada awal Abad 20an.
Ideologi yang berdasarkan Nasionalisme dan revolusi adalah merupakan suatu
kekuatan yang paling utama yang terus di kembangkan menghadapi terorisme. Bila
Perjanjian Versailles menggambar kembali peta Eropa setelah Perang Dunia I oleh
kehancuran kekaisaran Austro-Hungarian yang mengakibatkan terciptanya
negara-negara baru, ini diakui sebagai prinsip penentuan nasib sendiri untuk
negara dan kelompok etnis. Namun, dalam banyak kasus, penentuan nasib sendiri
adalah terbatas pada negara-negara Eropa dan kelompok etnik di Eropa sementara
yang lain tidak boleh, terutama penguasa kekuasaan Eropa, telah menciptakan
kepahitan dan periode konflik jangka panjang di daerah-daerah jajahan atau
koloninya..
Secara khusus,
Negara-Negara Arab merasa bahwa mereka telah di Khianati. mereka percaya akan
kemerdekaan, mereka sangat kecewa; pertama ketika Perancis dan Inggris diberi
kewenangan atas tanah mereka, dan kemudian ketika Inggris mengijinkan imigrasi
Zionist masuk ke wilayah Palestina Sesuai dengan isi Deklarasi Balfour.
Sejak akhir Perang
Dunia II, terorisme telah mempercepat perkembangannya menjadi komponen utama
dalam konflik kontemporer. Terutama di gunakan segera setelah perang sebagai
unsur utama anti-penjajahan dan perannya semakin meluas.
Nampaknya hasil yang
cepat dan goncangan yang besar dari terorisme telah menjadi pertimbangan
sebagai jalan singkat menuju kemenangan. Kelompok Revolusioner yang tidak rela
untuk memberikan waktu dan sumber daya dalam mengatur kegiatan politik akan
bergantung pada "propaganda dari aksi yang dibuat" untuk menggerakkan
aksi massa yang besar. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok pergerakan kecil
dapat menumbangkan setiap pemerintah melalui penggunaan terror hal ini
dipercayai oleh oleh kaum revolusioner
Saat ini, motif
terorisme lebih sering dikaitkan dengan dimensi moral yang luas seperti nilai,
ideologi, agama, ketidakadilan tatanan dan struktur sosial maupun konstelasi
dunia. Namun tidak dipungkiri, bahwa sekarang ini, Islam diidentikan sedemikian
rupa sebagai agama yang mengusung terorisme. Perkembangan Islam, baik secara institusi
dan ataupun individualnya, telah mengkhawatirkan dunia internasional sedemikian
rupa tanpa alasan yang jelas sama sekali.
Stigma Islam yang
melahirkan kekerasan terus dimunculkan setiap hari di berbagai belahan
dunia.Hingga umat pun perlahan-lahan mulai percaya bahwa Islam mengusung
kekerasan seperti itu, padahal tak sedikitpun agama ini menganjurkan kekerasan.
Dalam berperang, Islam telah mengajarkan syarat dan ketentuan seperti tidak
sembarangan, tidak boleh membunuh non-kombatan, tidak boleh merusak pepohonan,
tidak boleh berlebihan, dan sebagainya.
Akibat makna-makna
negatif yang dikandung oleh perkataan "teroris" dan
"terorisme", para teroris umumnya menyebut diri mereka sebagai
separatis, pejuang pembebasan, pasukan perang salib, militan, mujahidin, dan
lain-lain. Tetapi dalam pembenaran dimata terrorism : "Makna sebenarnya
dari jihad, mujahidin adalah jauh dari tindakan terorisme yang menyerang
penduduk sipil padahal tidak terlibat dalam perang". Padahal Terorisme
sendiri sering tampak dengan mengatasnamakan agama.
Berdasarkan uraian dari
latar belakang diatas maka dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut:
B. Rumusan Masalah
1. Apa
penengertian teroris?
2. Bagaimana
usaha teroris dalam merekrut anggota-anggotanya?
3. Apa
tujuan teroris dalam melaksanakan aksinya?
4. Bagaimana
cara agar terhindar dari pengaruh teroris?
C. Tujuan
1. Mengetahui
pengertian teroris.
2. Mengetahui
bagaimana usaha yang dilakukan teroris untuk merekrut anggota.
3. Mengetahui
tujuan teroris dalam melaksanakan aksinya.
4. Mengetahui
cara agar terhindar dari pengaruh teroris.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Teroris
Kata teror pertama kali
dikenal pada zaman Revolusi Prancis. Diakhir abad ke-19, awal abad ke-20 dan
menjelang PD-II, terorisme menjadi teknik perjuangan revolusi. Misalnya, dalam rejim
Stalin pada tahun 1930-an yang juga disebut ”pemerintahan teror”. Di era perang
dingin, teror dikaitkan dengan ancaman senjata nuklir.
Kata Terorisme sendiri
berasal dari Bahasa Prancis le terreur yang semula dipergunakan untuk menyebut
tindakan pemerintah hasil Revolusi Perancis yang mempergunakan kekerasan secara
brutal dan berlebihan dengan cara memenggal 40.000 orang yang dituduh melakukan
kegiatan anti pemerintah. Selanjutnya kata terorisme dipergunakan untuk
menyebut gerakan kekerasan anti pemerintah di Rusia. Dengan demikian kata
terorisme sejak awal dipergunakan untuk menyebut tindakan kekerasan oleh
pemerintah maupun kegiatan yang anti pemerintah.
Namun, istilah
”terorisme” sendiri pada 1970-an dikenakan pada beragam fenomena: dari bom yang
meletus di tempat-tempat publik sampai dengan kemiskinan dan kelaparan.
Beberapa pemerintahan bahkan menstigma musuh-musuhnya sebagai ”teroris” dan
aksi-aksi mereka disebut ”terorisme”. Istilah ”terorisme” jelas berkonotasi
peyoratif, seperti istilah ”genosida” atau ”tirani”. Karena itu istilah ini
juga rentan dipolitisasi. Kekaburan definisi membuka peluang penyalahgunaan.
Namun pendefinisian juga tak lepas dari keputusan politis.
T.P.Thornton dalam
Terror as a Weapon of Political Agitation (1964) mendefinisikan terorisme
sebagai penggunaan teror sebagai tindakan simbolis yang dirancang untuk
mempengaruhi kebijakan dan tingkah laku politik dengan cara-cara ekstra normal,
khususnya dengan penggunaan kekerasan dan ancaman kekerasan. Terorisme dapat
dibedakan menjadi dua katagori, yaitu enforcement terror yang dijalankan
penguasa untuk menindas tantangan terhadap kekuasaan mereka, dan agitational
terror, yakni teror yang dilakukan menggangu tatanan yang mapan untuk kemudian
menguasai tatanan politik tertentu. Jadi sudah barang tentu dalam hal ini,
terorisme selalu berkaitan erat dengan kondisi politik yang tengah berlaku.
Menurut konvensi PBB
tahun 1939, terorisme adalah segala bentuk tindak kejahatan yang ditujukan
langsung kepada negara dengan maksud menciptakan bentuk teror terhadap
orang-orang tertentu atau kelompok orang atau masyarakat luas.
Menurut kamus Webster's
New School and Office Dictionary, terrorism is the use of violence,
intimidation, etc to gain to end; especially a system of government ruling by teror,
pelakunya disebut terrorist. Selanjutnya sebagai kata kerja terrorize is to
fill with dread or terror'; terrify; ti intimidate or coerce by terror or by
threats of terror.
Menurut ensiklopeddia
Indonesia tahun 2000, terorisme adalah kekerasan atau ancaman kekerasan yang
diperhitungkan sedemikian rupa untuk menciptkan suasana ketakutan dan bahaya
dengan maksud menarik perhatian nasional atau internasional terhadap suatu aksi
maupun tuntutan.
RAND Corporation,
sebuah lembaga penelitian dan pengembangan swasta terkemuka di AS, melalui
sejumlah penelitian dan pengkajian menyimpulkan bahwa setiap tindakan kaum
terorris adalah tindakan kriminal. Definisi konsepsi pemahaman lainnya
menyatakah bahwa :
1.
terorisme bukan bagian dari tindakan
perang, sehingga seyogyanya tetap dianggap sebagai tindakan kriminal, juga
situasi diberlakukannya hukum perang
2.
sasaran sipil merupakan sasaran utama
terorisme, dan dengan demikian penyerangan terhadap sasaran militer tidak dapat
dikategorikan sebagai tindakan terorisme
3.
meskipun dimensi politik aksi teroris
tidak boleh dinilai, aksi terorisme itu dapat saja mengklaim tuntutanan
bersifat politis
Menurut beberapa
literatur dan reference termasuk surat kabar dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri
terorisme adalah :
1.
Organisasi yang baik, berdisiplin tinggi
& militant.
2.
Mempunyai tujuan politik, ideologi
tetapi melakukan kejahatan kriminal untuk mencapai tujuan.
3.
Tidak mengindahkan norma-norma universal
yang berlaku, seperti agama, hukum dan HAM.
4.
Memilih sasaran yang menimbulkan efek psikologis
yang tinggi untuk menimbulkan rasa takut dan mendapatkan publikasi yang luas.
5.
Menggunakan cara-cara antara lain
seperti : pengeboman, penculikan, penyanderaan, pembajakan dan sebagainya yang
dapat menarik perhatian massa/publik.
Yon seorang Koordinator
Bidang Kajian, Publikasi, dan Penelitian Pusat Kajian Timur Tengah dan Islam
Universitas Indonesia itu menjelaskan, secara umum pelaku terorisme, termasuk
pelaku bom bunuh diri, berdasarkan motivasi dapat dibedakan dalam empat
kategori.
Kategori pertama,
berkaitan dengan ideologi dan keyakinan, yakni kelompok teroris yang dimotivasi
oleh ajaran agama biasanya dididik dalam lembaga-lembaga pendidikan keagamaan
dalam waktu yang lama dan dipersiapkan untuk aktifitas terorisme. "Kelompok
ini biasanya memiliki ciri-ciri keagamaan tertentu. Melihat trend pengeboman di
Indonesia pada dasawarsa terakhir ini dapat disimpulkan bahwa terorisme dengan
motivasi ajaran agama secara murni hampir dipastikan telah hilang. Hal itu,
lanjutnya, karena komunitas agama di Indonesia tidak menolerir segala bentuk
aksi terorisme. Bahkan kelompok-kelompok yang dianggap keras sekalipun, seperti
Ustaz Abu Bakar Baasyir dan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), secara tegas
menolak cara-cara yang dilakukan kelompok Noordin M Top.
Kategori kedua,
kelompok yang tereksploitasi. Kelompok inilah yang mendominasi aksi-aksi
terorisme di Indonesia. Walaupun pelaku mendapatkan indoktrinasi dan sekaligus
proyeknya dari anggota dalam jaringan teroris di Indonesia, tetapi sebagian
besar tidak mengenal dengan baik orang telah mencuci otaknya (brainwashing), mereka
yang dapat dieksploitasi menjadi suicide bombers (pelaku bom bunuh diri) adalah
yang memiliki perasaan bersalah atau merasa hidupnya tak bermakna. Sebagian
besar dari mereka berasal dari segmen pemuda yang bermasalah secara psikologis
dan sosial, serta bukan berasal dari kelompok religius. "Ciri-cirinya pun
berbeda dengan kategori pertama. Mereka tidak direkrut di masjid tetapi di
jalan. Tentu mengeksploitasi segmen masyarakat seperti ini sangat mudah dan
inilah yang menjadi fenomena terorisme di Indonesia," ujarnya.
Kategori ketiga,
dimotivasi oleh balas dendam atas kekerasan oleh rezim Orde Baru terhadap
anggota keluarga mereka, Kelompok ini dapat berasal dari keluarga Darul Islam
(DI). Hanya saja untuk saat ini tentu sangat susah mendapatkan keluarga DI yang
masih mengalami trauma kekerasan yang diterima oleh keluarga mereka. Sedangkan
kategori keempat adalah kelompok separatis yang berkembang di Indonesia. Pada
kenyataannya, kata Yon, kelompok itu telah melakukan transformasi kepada
gerakan politik dan berdamai dengan pemerintah Indonesia.
Adapun beberapa bentuk-bentuk
Terorisme yang dilihat dari cara-cara yang digunakan, yaitu diatara lain:
1.
Teror Fisik yaitu teror untuk
menimbulkan ketakutan, kegelisahan memalui sasaran pisik jasmani dalam bentuk
pembunuhan, penganiayaan, pemerkosaan, penyanderaan penyiksaan dsb, sehingga
nyata-nyata dapat dilihat secara pisik akibat tindakan teror.
2.
Teror Mental, yaitu teror dengan
menggunakan segala macam cara yang bisa menimbulkan ketakutan dan kegelisahan
tanpa harus menyakiti jasmani korban (psikologi korban sebagai sasaran) yang
pada tingkat tertentu dapat menimbulkan tekanan batin yang luar biasa akibatnya
bisa gila, bunuh diri, putus asa dsb.
3.
Teror Nasional, yaitu teror yang
ditujukan kepada pihak-pihak yang ada pada suatu wilayah dan kekuasaan negara
tertentu, yang dapat berupa : pemberontakan bersenjata, pengacauan stabilitas
nasional, dan gangguan keamanan nasional.
4.
Teror Internasional. Tindakan teror yang
diktujukan kepada bangsa atau negara lain diluar kawasan negara yang didiami
oleh teroris, dengan bentuk :
a. Dari
Pihak yang kuat kepada pihak yang lemah. Dalam bentuk penjajahan, invansi,
intervensi, agresi dan perang terbuka.
b. Dari
Pihak yang Lemah kepada Pihak yang kuat. Dalam bentuk pembajakan, gangguan
keamanan internasional, sabotase, tindakan nekat dan berani mati, pasukan bunuh
diri, dsb.
B. Usaha Teroris Dalam Merekrut
Anggota
Menurut Margaretha
seorang Psikolog Universitas Airlangga (Unair), konsep pencucian otak merupakan
terminologi yang sangat umum. Dari perspektif komunikasi, pelaku kejahatan ini
mendekati calon korban dengan proses persuasi. Proses yang secara sadar
bertujuan untuk mempengaruhi orang berperilaku sesuatu.
Pencucian otak sangat
bisa berhasil dengan proses persuasi yang sangat profesional. Bisa dengan
teknik lowball atau juga sugesti. Teknik lowball, biasanya diawali dengan
sebuah permintaan halus. Permintaan ringan yang disodorkan berlangung terus
menerus. Misalnya, seseorang meminta pertolongan secara materil.
Kejahatan dengan teknik
lowball ini dilakukan dengan jangka waktu lama dan dilakukan secara
berulang-ulang pada korban yang sama. Semakin lama, si pelaku semakin
memberikan permintaan yang semakin berat. Teknik pencucian otak ini dilancarkan
kepada calon korban secara sadar. Sedangkan, teknik sugesti digunakan si pelaku
dengan menyerang alam tak sadar calon korban. Biasanya masyarakat lebih akrab
dengan teknik gendam. Calon korban diserang dalam posisi tenang yakni pada saat
istirahat atau tahap gelombang otak mengarah tenang.
Pendekatan yang
dilakukan para pelaku juga tergolong singkat. Sejak pertama kali mengenal
korban hingga melakukan eksekusi, mereka butuh waktu dua minggu. Tidak hanya
itu, sasaran korban pun beragam. Tidak ada golongan khusus, atau jenis kelamin
tertentu. Yang jelas, Mardigu meminta semua pihak waspada jika ada orang-orang
asing yang mengajak kenalan dengan cara yang sangat intens.
C. Tujuan Teroris
Ada dua kategori tujuan
terorisme, yakni tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Beberapa tujuan
jangka pendek terorisme, yaitu meliputi :
1.
Mempeeroleh pengakuan dari masyarakat
lokal, nasional, regional maupun dunia internasional atas perjuangannya.
2.
Memicu reaksi pemerintah, over reaksi
dan tindakan represif yang dapat mengakibatkan keresahan di masyarakat.
3.
Mengganggu, melemahkan dan mempermalukan
pemerintah, militer atau aparat keamanan lainnya.
4.
Menunjukkan ketidak mampuan pemerintah
dalam melindungi dan mengamankan rakyatnya.
5.
Memperoleh uang atau perlengkapan.
6.
Mengganggu dan atau menghancurkan sarana
komunikasi, informasi maupun transportasi.
7.
Mencegah atau menghambat keputusan dari
badan eksekutif atau legislatif.
8.
Menimbulkan mogok kerja.
9.
Mencegah mengalirnya investasi dari
pihak asing atau program bantuan dari luar negeri.
10.
Mempengaruhi jalannya pemilihan umum.
11.
Membebaskan tawanan yang menjadi
kelompok mereka.
12.
Membalas dendam.
Adapun tujuan jangka panjangnya, yaitu meliputi
:
1.
Menimbulkan perubahan dramatis dalam
pemerintahan, seperti revolusi, perang saudara atau perang antar negara.
2.
Mengganti ideologi suatu negara dengan
ideologi kelompoknya.
3.
Menciptakan kondisi yang menguntungkan
bagi pihak teroris selama perang gerilya.
4.
Mempengaruhi kebijakan pembuat keputusan
baik dalam lingkup lokal, nasional, regional atau internasional.
5.
Memperoleh pengakuan politis sebagai
badan hukum untuk mewakili suatu suku bangsa atau kelompok nasional, misalnya
PLO.
D. Cara Agar Terhindar Dari Pengaruh
Terorisme
Fakta telah menunjukkan
bahwa membunuh pelaku teror, mengisolasinya dan memenjarakan para pemimpin
organisasi teroris tidak mampu menghentikan tindakan terorisme dalam waktu
lama.Sementara itu di Indonesia munculnya tindakan terorisme menandakan adanya
yang salah dalam sistem sosial, politik dan ekonomi . Para pelaku teroris
menjadi sedemikian radikal disebabkan mereka merasa termarginalisasi dan
terasing dari kehidupan sosial, politik dan ekonomi masyarakat . Keterasingan
tersebut pada umumya bersifat struktural yang termanifestasi dalam kebijakan
pemerintah yang kurang akomodatif atau merugikan dalam waktu panjang
Dalam rangka memerangi
aksi terorisme, secara umum diperlukan persyaratan kesiapan yang meliputi :
1.
kesiapan dibidang politik, yakni
perlunya dukungan masyarakat secara penuh bahwa terorisme adalah musuh bangsa
dan negara yang harus dihadapi oleh segenap bangsa;
2.
kesiapan dibidang hukum, peraturan
perudangan dibidang pemberantasan terorisme merupakan agenda mutlak, karena
hukum ini akan memberikan kekuatan kepada semua pihak untuk menjerat pelaku
terorisme, disadari bahwa hukum untuk menghadapi aksi teror kurang sejalan
dengan semangat demokrasi dan HAM;
3.
kesiapan bidang operasional, yakni
menuntut kesiapan adanya satuan antiteror dan Litbang teror, bekerjasama dengan
semua pihak, permasalahannya adalah belum adanya aturan baku atau prosedur
tetap yang baku dan mengikat semua pihak.
Masyarakat harus lebih
menyadari tentang keadaan dirinya, menyadari proses yang dirinya sedang
terlibat saat itu. Untuk teknik lowball, biasanya yang diserang adalah orang bertipe
mudah merasa bersalah. Jadi saat diminta untuk berbuat sesuatu, tidak bisa
menolak.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Terorisme adalah kekerasan atau ancaman
kekerasan yang diperhitungkan sedemikian rupa untuk menciptkan suasana
ketakutan dan bahaya dengan maksud menarik perhatian nasional atau
internasional terhadap suatu aksi maupun tuntutan.
2.
Terdapat dua cara dalam pengrekrutan
anggota terorisme yakni, pencucian otak sangat bisa berhasil dengan proses
persuasi yang sangat profesional. Bisa dengan teknik lowball atau juga sugesti.
3.
Dapat diketahui bahwa terdapat tujuan
jangka pendek teroris yakni mempeeroleh pengakuan dari masyarakat lokal,
nasional, regional maupun dunia internasional atas perjuangannya. Sedangkan
tujuan jangka panjangnya yaitu mempengaruhi kebijakan pembuat keputusan baik
dalam lingkup lokal, nasional, regional atau internasional.
4.
Dalam rangka memerangi aksi terorisme,
secara umum diperlukan persyaratan kesiapan yang meliputi kesiapan dibidang
politik, kesiapan dibidang hokum dan kesiapan bidang operasional
B. Saran
Setiap tindakan kaum
teroris adalah tindakan kriminal. Oleh karena itu, kita sebagai masyarakat yang
mempunyai moral, pendidikan, dan etika sudah selayaknya tidak terjerumus
hal-hal yang berhubungan dengan tindakan terorisme ataupun tindakan kriminal
lainnya. Selain itu, penyuluhan terhadap bahaya terorisme di sekitar kita perlu
diadakan untuk antisipasi terpengaruhnya masyarakat awam terhadap terorisme.
DAFTAR
PUSTAKA
§ http://indonesiacompanynews.wordpress.com/2011/04/11/kasus-teroris-pakai-hipnosis-untuk-cari-kader/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar