Senin, 06 April 2020

PENGARUH TINDAK PIDANA TERORISME (Tindak Pidana Diluar KUHP)


KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala Rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik.
Makalah dengan judul “ Pengaruh Tindak Pidana Terorisme ini dibuat guna memenuhi tugas Mata Kuliah Tindak Pidana Tertentu Di Luar KUHP dan sebagai wacana sederhana di kalangan mahasiswa.
Sebagai manusia biasa yang tak luput dari kesalahan, Saya menyadari banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat Saya harapkan guna menyempurnakan makalah selanjutnya.
Saya juga mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu sehingga tugas ini dapat terselesaikan.

Ternate, 10 Desember 2013

Anggi Dwi Putra, S.H
Penulis



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Jaringan teroris di Indonesia ternyata lebih besar dan lebih berpengalaman dari yang selama ini dipikirkan oleh banyak pihak. Analis International Crisis Group (ICG) mengatakan perekrutan anggota baru dalam jaringan yang dibangun Noordin M Top ternyata dilakukan dengan sangat mudah. Jaringannya pun terus berkembang dan semakin meluas di tanah air.
Terorisme adalah serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan membangkitkan perasaan teror terhadap sekelompok masyarakat. Berbeda dengan perang, aksi terorisme tidak tunduk pada tatacara peperangan seperti waktu pelaksanaan yang selalu tiba-tiba dan target korban jiwa yang acak serta seringkali merupakan warga sipil.
Pada awal Abad 20an. Ideologi yang berdasarkan Nasionalisme dan revolusi adalah merupakan suatu kekuatan yang paling utama yang terus di kembangkan menghadapi terorisme. Bila Perjanjian Versailles menggambar kembali peta Eropa setelah Perang Dunia I oleh kehancuran kekaisaran Austro-Hungarian yang mengakibatkan terciptanya negara-negara baru, ini diakui sebagai prinsip penentuan nasib sendiri untuk negara dan kelompok etnis. Namun, dalam banyak kasus, penentuan nasib sendiri adalah terbatas pada negara-negara Eropa dan kelompok etnik di Eropa sementara yang lain tidak boleh, terutama penguasa kekuasaan Eropa, telah menciptakan kepahitan dan periode konflik jangka panjang di daerah-daerah jajahan atau koloninya..
Secara khusus, Negara-Negara Arab merasa bahwa mereka telah di Khianati. mereka percaya akan kemerdekaan, mereka sangat kecewa; pertama ketika Perancis dan Inggris diberi kewenangan atas tanah mereka, dan kemudian ketika Inggris mengijinkan imigrasi Zionist masuk ke wilayah Palestina Sesuai dengan isi Deklarasi Balfour.
Sejak akhir Perang Dunia II, terorisme telah mempercepat perkembangannya menjadi komponen utama dalam konflik kontemporer. Terutama di gunakan segera setelah perang sebagai unsur utama anti-penjajahan dan perannya semakin meluas.
Nampaknya hasil yang cepat dan goncangan yang besar dari terorisme telah menjadi pertimbangan sebagai jalan singkat menuju kemenangan. Kelompok Revolusioner yang tidak rela untuk memberikan waktu dan sumber daya dalam mengatur kegiatan politik akan bergantung pada "propaganda dari aksi yang dibuat" untuk menggerakkan aksi massa yang besar. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok pergerakan kecil dapat menumbangkan setiap pemerintah melalui penggunaan terror hal ini dipercayai oleh oleh kaum revolusioner
Saat ini, motif terorisme lebih sering dikaitkan dengan dimensi moral yang luas seperti nilai, ideologi, agama, ketidakadilan tatanan dan struktur sosial maupun konstelasi dunia. Namun tidak dipungkiri, bahwa sekarang ini, Islam diidentikan sedemikian rupa sebagai agama yang mengusung terorisme. Perkembangan Islam, baik secara institusi dan ataupun individualnya, telah mengkhawatirkan dunia internasional sedemikian rupa tanpa alasan yang jelas sama sekali.
Stigma Islam yang melahirkan kekerasan terus dimunculkan setiap hari di berbagai belahan dunia.Hingga umat pun perlahan-lahan mulai percaya bahwa Islam mengusung kekerasan seperti itu, padahal tak sedikitpun agama ini menganjurkan kekerasan. Dalam berperang, Islam telah mengajarkan syarat dan ketentuan seperti tidak sembarangan, tidak boleh membunuh non-kombatan, tidak boleh merusak pepohonan, tidak boleh berlebihan, dan sebagainya.
Akibat makna-makna negatif yang dikandung oleh perkataan "teroris" dan "terorisme", para teroris umumnya menyebut diri mereka sebagai separatis, pejuang pembebasan, pasukan perang salib, militan, mujahidin, dan lain-lain. Tetapi dalam pembenaran dimata terrorism : "Makna sebenarnya dari jihad, mujahidin adalah jauh dari tindakan terorisme yang menyerang penduduk sipil padahal tidak terlibat dalam perang". Padahal Terorisme sendiri sering tampak dengan mengatasnamakan agama.
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas maka dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut:
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa penengertian teroris?
2.      Bagaimana usaha teroris dalam merekrut anggota-anggotanya?
3.      Apa tujuan teroris dalam melaksanakan aksinya?
4.      Bagaimana cara agar terhindar dari pengaruh teroris?
C.    Tujuan
1.      Mengetahui pengertian teroris.
2.      Mengetahui bagaimana usaha yang dilakukan teroris untuk merekrut anggota.
3.      Mengetahui tujuan teroris dalam melaksanakan aksinya.
4.      Mengetahui cara agar terhindar dari pengaruh teroris.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Teroris
Kata teror pertama kali dikenal pada zaman Revolusi Prancis. Diakhir abad ke-19, awal abad ke-20 dan menjelang PD-II, terorisme menjadi teknik perjuangan revolusi. Misalnya, dalam rejim Stalin pada tahun 1930-an yang juga disebut ”pemerintahan teror”. Di era perang dingin, teror dikaitkan dengan ancaman senjata nuklir.
Kata Terorisme sendiri berasal dari Bahasa Prancis le terreur yang semula dipergunakan untuk menyebut tindakan pemerintah hasil Revolusi Perancis yang mempergunakan kekerasan secara brutal dan berlebihan dengan cara memenggal 40.000 orang yang dituduh melakukan kegiatan anti pemerintah. Selanjutnya kata terorisme dipergunakan untuk menyebut gerakan kekerasan anti pemerintah di Rusia. Dengan demikian kata terorisme sejak awal dipergunakan untuk menyebut tindakan kekerasan oleh pemerintah maupun kegiatan yang anti pemerintah.
Namun, istilah ”terorisme” sendiri pada 1970-an dikenakan pada beragam fenomena: dari bom yang meletus di tempat-tempat publik sampai dengan kemiskinan dan kelaparan. Beberapa pemerintahan bahkan menstigma musuh-musuhnya sebagai ”teroris” dan aksi-aksi mereka disebut ”terorisme”. Istilah ”terorisme” jelas berkonotasi peyoratif, seperti istilah ”genosida” atau ”tirani”. Karena itu istilah ini juga rentan dipolitisasi. Kekaburan definisi membuka peluang penyalahgunaan. Namun pendefinisian juga tak lepas dari keputusan politis.
T.P.Thornton dalam Terror as a Weapon of Political Agitation (1964) mendefinisikan terorisme sebagai penggunaan teror sebagai tindakan simbolis yang dirancang untuk mempengaruhi kebijakan dan tingkah laku politik dengan cara-cara ekstra normal, khususnya dengan penggunaan kekerasan dan ancaman kekerasan. Terorisme dapat dibedakan menjadi dua katagori, yaitu enforcement terror yang dijalankan penguasa untuk menindas tantangan terhadap kekuasaan mereka, dan agitational terror, yakni teror yang dilakukan menggangu tatanan yang mapan untuk kemudian menguasai tatanan politik tertentu. Jadi sudah barang tentu dalam hal ini, terorisme selalu berkaitan erat dengan kondisi politik yang tengah berlaku.
Menurut konvensi PBB tahun 1939, terorisme adalah segala bentuk tindak kejahatan yang ditujukan langsung kepada negara dengan maksud menciptakan bentuk teror terhadap orang-orang tertentu atau kelompok orang atau masyarakat luas.
Menurut kamus Webster's New School and Office Dictionary, terrorism is the use of violence, intimidation, etc to gain to end; especially a system of government ruling by teror, pelakunya disebut terrorist. Selanjutnya sebagai kata kerja terrorize is to fill with dread or terror'; terrify; ti intimidate or coerce by terror or by threats of terror.
Menurut ensiklopeddia Indonesia tahun 2000, terorisme adalah kekerasan atau ancaman kekerasan yang diperhitungkan sedemikian rupa untuk menciptkan suasana ketakutan dan bahaya dengan maksud menarik perhatian nasional atau internasional terhadap suatu aksi maupun tuntutan.
RAND Corporation, sebuah lembaga penelitian dan pengembangan swasta terkemuka di AS, melalui sejumlah penelitian dan pengkajian menyimpulkan bahwa setiap tindakan kaum terorris adalah tindakan kriminal. Definisi konsepsi pemahaman lainnya menyatakah bahwa :
1.      terorisme bukan bagian dari tindakan perang, sehingga seyogyanya tetap dianggap sebagai tindakan kriminal, juga situasi diberlakukannya hukum perang
2.      sasaran sipil merupakan sasaran utama terorisme, dan dengan demikian penyerangan terhadap sasaran militer tidak dapat dikategorikan sebagai tindakan terorisme
3.      meskipun dimensi politik aksi teroris tidak boleh dinilai, aksi terorisme itu dapat saja mengklaim tuntutanan bersifat politis
Menurut beberapa literatur dan reference termasuk surat kabar dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri terorisme adalah :
1.      Organisasi yang baik, berdisiplin tinggi & militant.
2.      Mempunyai tujuan politik, ideologi tetapi melakukan kejahatan kriminal untuk mencapai tujuan.
3.      Tidak mengindahkan norma-norma universal yang berlaku, seperti agama, hukum dan HAM.
4.      Memilih sasaran yang menimbulkan efek psikologis yang tinggi untuk menimbulkan rasa takut dan mendapatkan publikasi yang luas.
5.      Menggunakan cara-cara antara lain seperti : pengeboman, penculikan, penyanderaan, pembajakan dan sebagainya yang dapat menarik perhatian massa/publik.
Yon seorang Koordinator Bidang Kajian, Publikasi, dan Penelitian Pusat Kajian Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia itu menjelaskan, secara umum pelaku terorisme, termasuk pelaku bom bunuh diri, berdasarkan motivasi dapat dibedakan dalam empat kategori.
Kategori pertama, berkaitan dengan ideologi dan keyakinan, yakni kelompok teroris yang dimotivasi oleh ajaran agama biasanya dididik dalam lembaga-lembaga pendidikan keagamaan dalam waktu yang lama dan dipersiapkan untuk aktifitas terorisme. "Kelompok ini biasanya memiliki ciri-ciri keagamaan tertentu. Melihat trend pengeboman di Indonesia pada dasawarsa terakhir ini dapat disimpulkan bahwa terorisme dengan motivasi ajaran agama secara murni hampir dipastikan telah hilang. Hal itu, lanjutnya, karena komunitas agama di Indonesia tidak menolerir segala bentuk aksi terorisme. Bahkan kelompok-kelompok yang dianggap keras sekalipun, seperti Ustaz Abu Bakar Baasyir dan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), secara tegas menolak cara-cara yang dilakukan kelompok Noordin M Top.
Kategori kedua, kelompok yang tereksploitasi. Kelompok inilah yang mendominasi aksi-aksi terorisme di Indonesia. Walaupun pelaku mendapatkan indoktrinasi dan sekaligus proyeknya dari anggota dalam jaringan teroris di Indonesia, tetapi sebagian besar tidak mengenal dengan baik orang telah mencuci otaknya (brainwashing), mereka yang dapat dieksploitasi menjadi suicide bombers (pelaku bom bunuh diri) adalah yang memiliki perasaan bersalah atau merasa hidupnya tak bermakna. Sebagian besar dari mereka berasal dari segmen pemuda yang bermasalah secara psikologis dan sosial, serta bukan berasal dari kelompok religius. "Ciri-cirinya pun berbeda dengan kategori pertama. Mereka tidak direkrut di masjid tetapi di jalan. Tentu mengeksploitasi segmen masyarakat seperti ini sangat mudah dan inilah yang menjadi fenomena terorisme di Indonesia," ujarnya.
Kategori ketiga, dimotivasi oleh balas dendam atas kekerasan oleh rezim Orde Baru terhadap anggota keluarga mereka, Kelompok ini dapat berasal dari keluarga Darul Islam (DI). Hanya saja untuk saat ini tentu sangat susah mendapatkan keluarga DI yang masih mengalami trauma kekerasan yang diterima oleh keluarga mereka. Sedangkan kategori keempat adalah kelompok separatis yang berkembang di Indonesia. Pada kenyataannya, kata Yon, kelompok itu telah melakukan transformasi kepada gerakan politik dan berdamai dengan pemerintah Indonesia.
Adapun beberapa bentuk-bentuk Terorisme yang dilihat dari cara-cara yang digunakan, yaitu diatara lain:
1.      Teror Fisik yaitu teror untuk menimbulkan ketakutan, kegelisahan memalui sasaran pisik jasmani dalam bentuk pembunuhan, penganiayaan, pemerkosaan, penyanderaan penyiksaan dsb, sehingga nyata-nyata dapat dilihat secara pisik akibat tindakan teror.
2.      Teror Mental, yaitu teror dengan menggunakan segala macam cara yang bisa menimbulkan ketakutan dan kegelisahan tanpa harus menyakiti jasmani korban (psikologi korban sebagai sasaran) yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan tekanan batin yang luar biasa akibatnya bisa gila, bunuh diri, putus asa dsb.
3.      Teror Nasional, yaitu teror yang ditujukan kepada pihak-pihak yang ada pada suatu wilayah dan kekuasaan negara tertentu, yang dapat berupa : pemberontakan bersenjata, pengacauan stabilitas nasional, dan gangguan keamanan nasional.
4.      Teror Internasional. Tindakan teror yang diktujukan kepada bangsa atau negara lain diluar kawasan negara yang didiami oleh teroris, dengan bentuk :
a.       Dari Pihak yang kuat kepada pihak yang lemah. Dalam bentuk penjajahan, invansi, intervensi, agresi dan perang terbuka.
b.      Dari Pihak yang Lemah kepada Pihak yang kuat. Dalam bentuk pembajakan, gangguan keamanan internasional, sabotase, tindakan nekat dan berani mati, pasukan bunuh diri, dsb.

B.     Usaha Teroris Dalam Merekrut Anggota
Menurut Margaretha seorang Psikolog Universitas Airlangga (Unair), konsep pencucian otak merupakan terminologi yang sangat umum. Dari perspektif komunikasi, pelaku kejahatan ini mendekati calon korban dengan proses persuasi. Proses yang secara sadar bertujuan untuk mempengaruhi orang berperilaku sesuatu.
Pencucian otak sangat bisa berhasil dengan proses persuasi yang sangat profesional. Bisa dengan teknik lowball atau juga sugesti. Teknik lowball, biasanya diawali dengan sebuah permintaan halus. Permintaan ringan yang disodorkan berlangung terus menerus. Misalnya, seseorang meminta pertolongan secara materil.
Kejahatan dengan teknik lowball ini dilakukan dengan jangka waktu lama dan dilakukan secara berulang-ulang pada korban yang sama. Semakin lama, si pelaku semakin memberikan permintaan yang semakin berat. Teknik pencucian otak ini dilancarkan kepada calon korban secara sadar. Sedangkan, teknik sugesti digunakan si pelaku dengan menyerang alam tak sadar calon korban. Biasanya masyarakat lebih akrab dengan teknik gendam. Calon korban diserang dalam posisi tenang yakni pada saat istirahat atau tahap gelombang otak mengarah tenang.
Pendekatan yang dilakukan para pelaku juga tergolong singkat. Sejak pertama kali mengenal korban hingga melakukan eksekusi, mereka butuh waktu dua minggu. Tidak hanya itu, sasaran korban pun beragam. Tidak ada golongan khusus, atau jenis kelamin tertentu. Yang jelas, Mardigu meminta semua pihak waspada jika ada orang-orang asing yang mengajak kenalan dengan cara yang sangat intens.
C.    Tujuan Teroris
Ada dua kategori tujuan terorisme, yakni tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Beberapa tujuan jangka pendek terorisme, yaitu meliputi :
1.      Mempeeroleh pengakuan dari masyarakat lokal, nasional, regional maupun dunia internasional atas perjuangannya.
2.      Memicu reaksi pemerintah, over reaksi dan tindakan represif yang dapat mengakibatkan keresahan di masyarakat.
3.      Mengganggu, melemahkan dan mempermalukan pemerintah, militer atau aparat keamanan lainnya.
4.      Menunjukkan ketidak mampuan pemerintah dalam melindungi dan mengamankan rakyatnya.
5.      Memperoleh uang atau perlengkapan.
6.      Mengganggu dan atau menghancurkan sarana komunikasi, informasi maupun transportasi.
7.      Mencegah atau menghambat keputusan dari badan eksekutif atau legislatif.
8.      Menimbulkan mogok kerja.
9.      Mencegah mengalirnya investasi dari pihak asing atau program bantuan dari luar negeri.
10.  Mempengaruhi jalannya pemilihan umum.
11.  Membebaskan tawanan yang menjadi kelompok mereka.
12.  Membalas dendam.
Adapun tujuan jangka panjangnya, yaitu meliputi :
1.      Menimbulkan perubahan dramatis dalam pemerintahan, seperti revolusi, perang saudara atau perang antar negara.
2.      Mengganti ideologi suatu negara dengan ideologi kelompoknya.
3.      Menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi pihak teroris selama perang gerilya.
4.      Mempengaruhi kebijakan pembuat keputusan baik dalam lingkup lokal, nasional, regional atau internasional.
5.      Memperoleh pengakuan politis sebagai badan hukum untuk mewakili suatu suku bangsa atau kelompok nasional, misalnya PLO.

D.    Cara Agar Terhindar Dari Pengaruh Terorisme
Fakta telah menunjukkan bahwa membunuh pelaku teror, mengisolasinya dan memenjarakan para pemimpin organisasi teroris tidak mampu menghentikan tindakan terorisme dalam waktu lama.Sementara itu di Indonesia munculnya tindakan terorisme menandakan adanya yang salah dalam sistem sosial, politik dan ekonomi . Para pelaku teroris menjadi sedemikian radikal disebabkan mereka merasa termarginalisasi dan terasing dari kehidupan sosial, politik dan ekonomi masyarakat . Keterasingan tersebut pada umumya bersifat struktural yang termanifestasi dalam kebijakan pemerintah yang kurang akomodatif atau merugikan dalam waktu panjang
Dalam rangka memerangi aksi terorisme, secara umum diperlukan persyaratan kesiapan yang meliputi :
1.      kesiapan dibidang politik, yakni perlunya dukungan masyarakat secara penuh bahwa terorisme adalah musuh bangsa dan negara yang harus dihadapi oleh segenap bangsa;
2.      kesiapan dibidang hukum, peraturan perudangan dibidang pemberantasan terorisme merupakan agenda mutlak, karena hukum ini akan memberikan kekuatan kepada semua pihak untuk menjerat pelaku terorisme, disadari bahwa hukum untuk menghadapi aksi teror kurang sejalan dengan semangat demokrasi dan HAM;
3.      kesiapan bidang operasional, yakni menuntut kesiapan adanya satuan antiteror dan Litbang teror, bekerjasama dengan semua pihak, permasalahannya adalah belum adanya aturan baku atau prosedur tetap yang baku dan mengikat semua pihak.
Masyarakat harus lebih menyadari tentang keadaan dirinya, menyadari proses yang dirinya sedang terlibat saat itu. Untuk teknik lowball, biasanya yang diserang adalah orang bertipe mudah merasa bersalah. Jadi saat diminta untuk berbuat sesuatu, tidak bisa menolak.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Terorisme adalah kekerasan atau ancaman kekerasan yang diperhitungkan sedemikian rupa untuk menciptkan suasana ketakutan dan bahaya dengan maksud menarik perhatian nasional atau internasional terhadap suatu aksi maupun tuntutan.
2.      Terdapat dua cara dalam pengrekrutan anggota terorisme yakni, pencucian otak sangat bisa berhasil dengan proses persuasi yang sangat profesional. Bisa dengan teknik lowball atau juga sugesti.
3.      Dapat diketahui bahwa terdapat tujuan jangka pendek teroris yakni mempeeroleh pengakuan dari masyarakat lokal, nasional, regional maupun dunia internasional atas perjuangannya. Sedangkan tujuan jangka panjangnya yaitu mempengaruhi kebijakan pembuat keputusan baik dalam lingkup lokal, nasional, regional atau internasional.
4.      Dalam rangka memerangi aksi terorisme, secara umum diperlukan persyaratan kesiapan yang meliputi kesiapan dibidang politik, kesiapan dibidang hokum dan kesiapan bidang operasional
B.     Saran
Setiap tindakan kaum teroris adalah tindakan kriminal. Oleh karena itu, kita sebagai masyarakat yang mempunyai moral, pendidikan, dan etika sudah selayaknya tidak terjerumus hal-hal yang berhubungan dengan tindakan terorisme ataupun tindakan kriminal lainnya. Selain itu, penyuluhan terhadap bahaya terorisme di sekitar kita perlu diadakan untuk antisipasi terpengaruhnya masyarakat awam terhadap terorisme.

DAFTAR PUSTAKA



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MENGENAL REKAM JEJAK DIGITAL KITA DI INTERNET

Anggi Dwi Putra, SH Dunia digital memiliki jangkauan yang luas, tidak terbatas ruang dan waktu, mudah diterima serta dibagikan. Jika dahulu ...