Senin, 06 April 2020

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (Tindak Pidana Diluar KUHP)


KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala Rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik.
Makalah dengan judul “Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang ini dibuat guna memenuhi tugas Mata Kuliah Tindak Pidana Tertentu Di Luar KUHP dan sebagai wacana sederhana di kalangan mahasiswa.
Sebagai manusia biasa yang tak luput dari kesalahan, Saya menyadari banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat Saya harapkan guna menyempurnakan makalah selanjutnya.
Saya juga mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu sehingga tugas ini dapat terselesaikan.

Ternate, 02 November 2013

Anggi Dwi Putra, S.H
Penulis


  
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Saat ini yang menjadi perhatian hampir semua negara di dunia adalah dengan semakin meningkatnya kemajuan dibidang teknologi, yang membuat semakin meningkat pula kejahatan money laundering atau pencucian uang dalam aspek keuangan, yang berada dalam ruang Iingkup internasional. Selain itu, pelaku tindak pidana pencucian uang ini juga mempunyai banyak pilihan mengenai dimana dan bagaimana mereka menginginkan uang hasil kejahatan menjadi kelihatan bersih dan sah menurut hukum.
Perkembangan teknologi perbankan internasional yang telah memberikan jalan bagi tumbuhnya jaringan perbankan lokal/regional menjadi suatu lembaga keuangan global telah memberikan kesempatan kepada pelaku money laundering untuk memanfaatkan jaringan layanan tersebut yang berdampak uang hasil transaksi ilegal menjadi legal dalam dunia bisnis di pasar keuangan internasional.[1]
Money laundering sebagai salah satu jenis kejahatan kerah putih (White Collar Crime) yang sebenarnya sudah ada sejak tahun 1967. Pada saat itu, seorang perompak di laut yang bernama Henry Every dalam perompakannya terakhir merompak kapal Portugis berupa berlian senilai £325.000 poundsterling (setara Rp5.671.250.000). Harta rampokan tersebut kemudian dibagi bersama anak buahnya, dan bagian Henry Every ditanamkan pada transaksi perdagangan berlian dimana ternyata perusahaan berlian tersebut juga merupakan perusahaan pencucian uang milik perompak lain di darat.
Namun istilah Money Laundering baru muncul ketika Al Capone, salah satu mafia besar di Amerika Serikat, pada tahun 1920-an, memulai bisnis tempat cuci otomatis (Laundromats). Bisnis ini dipilih karena menggunakan uang tunai yang mempercepat proses pencucian uang agar uang yang mereka peroleh dari hasil pemerasan, pelacuran, perjudian, dan penyelundupan minuman keras terlihat sebagai uang yang halal. Walau demikian, Al Capone tidak dituntut dan dihukum dengan pidana penjara atas kejahatan tersebut, akan tetapi lebih karena telah melakukan penggelapan pajak. Selain Al Capone, terdapat juga Meyer Lansky, mafia yang menghasilkan uang dari kegiatan perjudian dan menutupi bisnis ilegalnya itu dengan mendirikan bisnis hotel, lapangan golf dan perusahaan pengemasan daging. Uang hasil bisnis ilegal ini dikirimkan ke beberapa bank-bank di Swiss yang sangat mengutamakan kerahasian nasabah, untuk di depositokan. Deposito ini kemudian digunakan untuk mendapatkan pinjaman yang dipergunakan untuk membangun bisnis legalnya. Berbeda dengan Al Capone, Meyer Lansky justru terbebas dari tuntutan melakukan penggelapan pajak, tindak pidana termasuk tindak pidana pencucian uang yang dilakukannya.[2]
Di Indonesia sendiri, telah melakukan kriminalisasi terhadap pencucian uang sejak awal tahun 2002 dengan diundangkannya Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang tindak pidana pencucian uang ( UUTPPU ), dan kemudian pada Oktober 2003 di amandemen dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003, yang masih perlu disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan penegakan hukum, praktik, dan standar internasional sehingga perlu diganti dengan undang-undang baru, lalu  kemudian di buat Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Meskipun telah berlaku selama lebih dari 2 tahun belakangan ini, nampaknya implementasi terhadap ketentuan undang-undang ini masih belum begitu efektif dan jauh dari memuaskan.
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas maka dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut:
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan tindak pidana pencucian uang atau money laundering ?
2.      Faktor-faktor apakah yang menyebabkan tindak pidana pencucian uang atau money laundering dapat terjadi ?
3.      Mengapa tindak pidana pencucian uang harus diberantas dan bagaimana strategi pemberantasannya ?

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Definisi Tindak Pidana Pencucian Uang
Secara etimologis, pencucian uang berasal dari bahasa Inggris yaitu money artinya uang dan laundering artinya pencucian. Jadi, secara harfiah money laundering merupakan pencucian uang atau pemutihan uang hasil kejahatan.
Pencucian uang secara umum merupakan kegiatan-kegiatan yang merupakan proses yang dilakukan oleh seorang atau organisasi kejahatan terhadap uang haram (uang yang berasal dari tindak kejahatan) dengan maksud menyembunyikan asal usul uang tersebut dari pemerintah atau otoritas yang berwenang melakukan penindakan terhadap tindak kejahatan dengan cara terutama memasukkan uang tersebut ke dalam sistem keuangan (financial system) sehingga apabila uang tersebut kemudian dikeluarkan dari sistem keuangan itu, maka uang tersebut telah berubah menjadi sah.[3]
Menurut Sutan Remi Sjahdeni, pencucian uang atau money laundering adalah rangkaian kegiatan yang merupakan proses yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi terhadap uang haram, yaitu uang yang berasal dari tindak pidana, dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul uang tersebut dari pemerintah atau otoritas yang berwenang melakukan penindakan terhadap tindak pidana, dengan cara antara lain dan terutama memasukkan uang tersebut ke dalam sistem keuangan (Financial System) sehingga uang tersebut kemudian dapat dikeluarkan dari sistem keuangan itu sebagai uang yang halal.[4]
Menurut Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, yang dimaksud dengan pencucian uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini.
Pencucian uang merupakan suatu kejahatan awal atau asal (Predicate Offence). Selain itu, pencucian uang merupakan suatu tindak pidana yang berdiri sendiri. Biasanya money laundering atau Pencucian uang ini, dilakukan oleh orang atau korporasi yang berada dalam ruang lingkup yang besar, dilakukan oleh para orang pintar atau pejabat dan uang yang dicuci biasanya dalam jumlah yang besar. Sehingga money laundering atau Pencucian Uang juga sering disebut kejahatan kerah putih (White Colar Crime).
Pencucian uang dapat dilakukan oleh setiap orang, dimana setiap orang yang dimaksud disini adalah perseorangan atau korporasi. Tujuan seseorang atau korporasi melakukan pencucian uang yaitu agar dapat menikmati dengan tenang uang hasil tindak pidana sebelumnya seolah-olah uang tersebut merupakan uang yang sah atau halal.
Untuk membuktikan adanya suatu tindak pidana pencucian uang bukanlah hal yang mudah, karena proses pencucian uang itu secara esensi melalui beberapa tahap. Tahapan-tahapan dalam pencucian uang, antara lain :
1.      Penempatan (Placement), merupakan penempatan uang hasil kejahatan dalam bentuk simpanan tunai di bank, polis asuransi, membeli rumah, perhiasan, dan lain sebagainya. Pada tahap inilah yang paling gampang dideteksi adanya suatu tindak pidana pencucian uang, karena uang hasil kejahatan berhubungan langsung dengan sumbernya.
2.      Pelapisan (Layering), merupakan proses pemindahan dana dari beberapa rekening atau lokasi tertentu sebagai hasil placement ke tempat lainnya, melalui transaksi yang kompleks yang di desain untuk menyamarkan atau mengelabui sumber dana illegal tersebut. Layering dapat dilakukan melalui pembukaan rekening perusahaan - perusahaan fiktif dengan memanfaatkan sistem kerahasiaan bank, dan bahkan menggunakan sejumlah rekening yang di transfer ke berbagai negara. Sehingga dalam tahap ini lebih sulit di lacak karena selalu ada intervensi mekanisme bank internasional.
3.      Penggabungan (Integration), merupakan tahap memasukkan kembali dana yang sudah tidak tampak asal-usulnya tersebut kedalam transaksi yang sah. Pada tahap ini uang yang dicuci pada tahapan Placement dan Layering dialihkan ke dalam kegiatan-kegiatan remi, sehingga tidak terlihat berhubungan sama sekali dengan aktifitas kejahatan, uang yang telah dicuci dimasukkan kembali ke dalam sirkulasi dengan bentuk yang sejalan dengan aturan hukum.[5]
Adapun sumber uang hasil tindak pidana atau “uang haram” dalam proses pencucian uang sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 2 Angka 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, antara lain :
a.       Korupsi.
b.      Penyuapan.
c.       Narkotika.
d.      Psikotropika.
e.       Penyelundupan tenaga kerja.
f.       Penyelundupan migrant.
g.      Di bidang perbankan.
h.      Di bidang pasar modal.
i.        Di bidang perasuransian.
j.        Kepabeanan.
k.      Cukai.
l.        Perdagangan orang.
m.    Perdagangan senjata gelap.
n.      Terorisme.
o.      Penculikan.
p.      Pencurian.
q.      Penggelapan.
r.        Penipuan.
s.       Pemalsuan uang.
t.        Perjudian.
u.      Prostitusi.
v.      Di bidang perpajakan.
w.    Di bidang kehutanan.
x.      Di bidang lingkungan hidup.
y.      Di bidang kelautan dan perikanan.
z.       Tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih.
Menurut Munir Fuady dan Bambang Soetijoprodjo seperti yang dikutip Nurmalawaty, SH ada beberapa modus dengan menggunakan objek dan sarana dalam tindak pidana pencucian uang, anta lain :
1.      Modus Loan Back, dengan cara meminjam uangnya sendiri dari perusahaan luar negeri, semacam perusahaan bayangan yang direksi dan pemegang sahamnya adalah dia sendiri.
2.      Modus C-Chase, modus ini cukup rumit dan sifatnya berliku-liku, beberapa kali ke beberapa bank lain, lalu di konversi dalam bentuk Certificate Of Deposite untuk menjamin loan. Disini loan tidak pernah ditagih, namun hanya dengan mencairkan sertifikat deposito saja.
3.      Modus Transaksi Dagang Internasional, dengan cara menggunakan sarana dokumen loan atau certificate yang menjadi fokus urusan bank, baik korespoden maupun opening bank adalah dokumen bank itu sendiri dan tidak mengenai keadaan barang. Maka dalam hal ini yang menjadi sasaran money loundering adalah invoice yang besar terhadap barang yang kecil atau malahan barang itu tidak ada.
4.      Modus Penyelundupan Uang Tunai, dengan cara membawa uang tunai melalui perbatasan antar negara pada pelabuhan laut atau bandar udara.
5.      Modus Pembelian Perusahaan, dengan cara membeli perusahaan (akuisisi) kemudian sahamnya dijual lagi kepada pihak lain dan menghasilkan uang yang keliohatannya bersih.
6.      Modus Over Invoices atau Doubel Invoice, modus ini dilakukan dengan mendirikan perusahaan ekspor impor di negara sendiri, lalu di luar negeri ( yang bersifat tax haven ) mendirikan pula perusahaan bayangan. Perusahaan tax haven ini mengekspor barang ke Indonesia dan perusahaan ini membuat invoice pembelian dengan harga tinggi. Inilah yang disebut doubel invoice. Supaya perusahaan di Indonesia terus bertahan maka perusahaan di luar negeri memberikan loan ( pinjaman ). Dengan cara ini, uang kotor dari perusahaan lain itu masuk ke dalam negeri secara resmi.
7.      Modus Real Estate, yaitu menjual suatu properti beberapa kali kepada perusahaan didalam kelompok yang sama. Modus yang sama pula dilakukan dalam pasar modal, yakni pembelian saham itu hanya perusahaan-perusahaan di lingkungan itu saja dengan tawaran harga tinggi.
8.      Modus Investasi Tertentu, biasanya dalam bisnis transaksi barang antik atau lukisan, kemudian dijual kepada seseorang yang sebenarnya adalah suruhan si pelaku sendiri dengan harga mahal.
9.      Modus Perdagangan Saham, modus amsterdam dengan melibatkan perusahaan efek Nusse Brink, dimana beberapa nasabah perusahaan efek ini menjadi pelaku tindak pidana pencucian uang.
10.  Modus Pizza Connection, dilakukan dengan menginvestasikan hasil perdagangan obat bius yang di investasikan ke Karibia dan Swiss.
11.  Modus La Mina, modus ini terjadi di Amerika Serikat tahun 1990, dana yang diperoleh dari perdagangan obat sebagai suatu sindikat. Kemudian emas batangan diekspor dari Uruguay dengan maksud supaya impornya bersifat illegal. Uang disimpan dalam desain kotak kemasan emas, kemudian dikirim pada pedagang perhiasan yang bersindikat mafia obat bius. Penjualan dilakukan di Los Angeles, hasil uang tunai dibawa ke bank, dengan maksud supaya seakan-akan sebagai hasil dari penjualan emas dan permata dan dikirim ke bank New York, dari kota ini dikirim ke bank di Eropa melalui Panama. Uang tersebut akhirnya sampai di Colombia guna didistribusi membayar ongkos-ongkos, investasi perdagangan obat bius, tetapi sebagian besar untuk investasi jangka panjang.
12.  Modus Deposite Taking, mendirikan perusahaan keuangan seperti Deposit Taking Institition di Canada. DTI ini terkenal dengan sarana pencucian uang seperti Chartede banks, Trust companied, dan Credit union. Kasus Money Loundering yang melibatkan DTI antara lain transfer melalui telex, surat berharga, penukaran valuta asing, pembelian obligasi pemerintah dan Treasury bills.
13.  Modus Identitas Palsu, yakni memanfaatkan lembaga perbankan sebagai pemutih uang dengan cara mendepositokan menggunakan nama palsu, menggunakan save deposite box untuk menyembunyikan uang hasil kejahatan, menyediakan fasilitas transfer supaya dengan mudah ditransfer ke tempat yang dikehendaki atau menggunakan electronic fund transfer untuk melunasi kewajiban transaksi gelap, serta menyimpan atau mendistribusikan hasil transaksi gelap tersebut.[6]
B.     Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Pencucian Uang  (Money Laundering)
Berbagai tindak pidana pencucian uang baik yang dilakukan oleh perseorangan maupun korporasi dalam batas wilayah suatu negara maupun yang dilakukan melintasi batas wilayah negara lain semakin meningkat. Menurut Sutan Remi Sjahdeni, ada beberapa faktor pendorong maraknya kegiatan pencucian uang di berbagai negara. Faktor – faktor tesebut antara lain :
1.      Faktor Globalisasi, seperti yang diungkapkan oleh Pino Arlacchi, Executive Director dari US Offices For Drug Control and Crime Prevention pada pertengahan 1998 sebagai berikut : “globalisasi telah mengubah sistem keuangan internasional kedalam tujuan para pelaku pencucian uang, dan proses tindakan kriminal ini menyelewengkan triliunan dolar setiap tahun dari pertumbuhan ekonomi disaat kondisi keuangan baik di setiap negara yang memiliki pengaruh terhadap stabilitas pasar global.
2.      Faktor Cepatnya Kemajuan Teknologi, kemajuan yang paling mendorong maraknya pencucian uang adalah kemajuan di bidang informasi, yaitu dengan munculna internet yang memperlihatkan perkembangan kemajuan yang luar biasa. Dengan kemajuan teknologi informasi tersebut, maka batas-batas negara menjadi tidak berarti lagi, dan dunia menjadi satu kesatuan tanpa batas. Kejahatan-kejahatan terorganisasi menjadi mudah dilakukan secara lintas batas Negara-negara sehingga kejahatan tersebut berkembang menjadi kejahatan-kejahatan transnasional. Pada saat ini organisasi kejahatan dapat secara mudah dan cepat memindahkan uang dalam jumlah yang besar dari suatu yurisdiksi ke yurisdiksi yang lain.
3.      Faktor Ketentuan Rahasia Bank Yang Sangat Ketat Dari Negara Yang Bersangkutan, berkaitan dengan reformasi di bidang perpajakkan ( Tax Reforms ) dari Negara-negara Uni-Eropa yang dalam pertemuan para menteri keuangan Negara-negara tersebut telah menghimbau agar meniadakan ketentuan-ketentuan yang menyangkut rahasia bank.
4.      Faktor Belum Diterapkannya Asas “ Know Your Customer “ atau Asas Prinsip Mengenal Nasabah, bagi perbankan dan penyedia jasa keuangan lainnya secara sungguh-sungguh, adanya suatu negara yang memungkinkan seseorang menyimpan dana di suatu bank dengan menggunakan nama samaran atau tanpa nama.
5.      Faktor Makin Maraknya Electronic Banking, eletronic banking adalah proses pelayanan jasa dan produk perbankan dengan memanfaatkan jaringan elektronik, antara lain dengan diperkenankannnya ATM dan Wire Transfer. Electronic banking telah memberikan peluang kepada para pelaku pencucian uang untuk melakukan pencucian uang model baru melalui jaringan internet yang disebut cyberloundering.
6.      Faktor Penggunaan Electronic Money atau Uang Elektronik, Bank For International Settlements mendefenisikan Electronic Money sebagai mekanisme penyimpanan nilai dan atau pembayaran yang dilakukan secara elektronik. Dengan kata lain E-Money memiliki dua fungsi uang yakni sebagai penyimpanan nilai (store value) dan prevate payment yang pada hakekatnya identik dengan fungsi Standart Of Deffeered Payment pada uang secara umum.
7.      Faktor Dimungkinkannya Penggunaan Berlapis Pihak Pemberi Jasa Hukum untuk Melakukan Penempatan Dana, dengan cara ini pihak penyimpan dana atau deposan bukanlah pemilik yang sesungguhnya. Deposan hanyalah bertindak sebagai kuasa atau pelaksana amanah dari pihak lain yang menugasinya untuk mendepositokan uang di suatu bank. Dengan kata lain, terjadi estafet berlapis-lapis, dan biasanya para penerima kuasa yang bertindak berlapis-lapis secara estafet itu adalah kantor-kantor pengacara.
8.      Faktor Adanya Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Keharusan Merahasiakan Hubungan Antara Lawyer Dengan Kliennya Dan Akuntan Dengan Kliennya, menurut hukum di beberapa negara maju seperti Swiss dan Australia kerahasiaan hubungan antara klien dan lawyer dilindungi oleh undang-undang. Para lawyer yang menyimpan dana simpanan atas nama kliennya, tidak dapat dipaksa oleh otoritas yang berwenang untuk mengungkapkan identitas kliennya.
9.      Faktor Tidak Bersungguh-Sungguhnya Pemerintah Dari Suatu Negara Untuk Membiarkan Praktek-Praktek Pencucian Uang, karena memperoleh keuntungan dari penempatan uang-uang haram di perbankan negara. Dana yang dikumpul sangat perlu untuk digunakan membiayai pembangunan, memperoleh keuntungan dari penyaluran dana, dan dapat memberikan kontribusi berupa pajak yang besar kepada negara.
10.  Faktor Belum Adanya Regulasi Yang Mengatur Tentang Pemberantasan Pencucian Uang Disuatu Negara, hal ini dimungkinkan karena adanya keengganan dari negara untuk bersungguh-sungguh ikut memberantas money loundering.[7]
Faktor-faktor inilah yang membuat peluang melakukan tindak pidana pencucian uang semakin marak di berbagai negara-negara di dunia, salah satunya di Indonesia. Dengan berbagai macam faktor penyebab seperti yang disebutkan diatas, maka pencucian uang merupakan suatu tindak pidana yang patut diberantas.
Praktek pencucian uang atau money laundering memang tidak secara langsung merugikan orang atau perusahaan tertentu. Secara sepintas bahkan praktek ini tampak tidak menimbulkan korban. Praktek pencucian uang berbeda dengan tindak pidana lain seperti pembunuhan, perampokan atau pencurian yang menimbulkan kerugian langsung bagi korbannya.
Beberapa dampak negatif dan kerugian yang ditimbulkan oleh kegiatan pencucian uang terhadap masyarakat antara lain:
a.       Pencucian uang memungkinkan para pengedar narkoba, penyeludup dan penjahat lainnya untuk dapat memperluas kegiatan operasinya. Hal ini akan mengakibatkan meningkatnya biaya penegakan hukum untuk memberantasnya.
b.      Kegiatan ini mempunyai potensi untuk merongrong masyarakat keuangan sebagai akibat demikian besarnya jumlah uang yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Potensi untuk melakukan korupsi meningkat bersamaan dengan peredaran uang haram yang sangat besar.
c.       Pencucian uang mengurangi pendapatan pemerintah dari pajak dan secara tidak langsung merugikan para pembayar pajak yang jujur dan mengurangi kesempatan kerja yang sah.
d.      Masuknya uang dan dana hasil kejahatan ke dalam keuangan suatu negara telah menarik unsur yang tidak diinginkan melalui perbatasan, menurunkan kualitas hidup, dan meningkatkan kekhawatiran terhadap keamanan nasional.
e.       Pencucian uang dapat merugikan sektor swasta yang sah (Undermining in the Legitimate Privet sector).  Salah satu dampak mikro ekonomi pencucian uang terasa di sektor swasta. Para pelaku kejahatan seringkali menggunakan perusahaan-perusahaan untuk mencampur uang haram dengan uang sah, dengan maksud untuk menyamarkan uang hasil kejahatannya. Perusahaan-perusahaan tersebut memiliki akses ke dana haram yang sangat besar jumlahnya, yang memungkinkan mereka untuk menyediakan barang-barang dan jasa yang dijual oleh perusahaan-perusahaan tersebut dengan harga yang jauh di bawah pasar. Bahkan perusahaan ini dapat saja menjual barang-barang tersebut di bawah harga produksinya. Dengan demikian mereka  akan memiliki  competitive advantage terhadap perusahan yang bekerja secara sah. Hal ini membuat bisnis yang sah menjadi kalah bersaing dan menjadi bangkrut.
f.       Pencucian uang dapat mengakibatkan hilangnya kendali pemerintah terhadap kebijakan ekonominya.[8]


C.    Alasan Diperlakukannya Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang ( Money Laundering )
Secara umum, tujuan dilakukannya pemberantasan tindak pidana pencucian uang yaitu karena tindak pidana ini dapat merusak stabilitas perekonomian negara dan agar orang yang melakukan atau pelaku tindak pidana pencucian uang tidak bisa menikmati hasil kejahatannya itu. Secara rinci dampak dari pencucian uang dapat dikaatakan sebagai berikut :
1)      Merongrong sektor swasta yang sah.
2)      Merongrong integritas pasar-pasar keuangan.
3)      Mengakibatkan hilangnya kendali pemerintah terhadap kebijakan ekonominya.
4)      Timbulnya distorsi dan ketidak stabilan ekonomi.
5)      Mengurangi pendapatan negara dari sumber pembayaran pajak.
6)      Membahayakan upaya-upaya privatisasi perusahaan suatu negara yang di lakukan oleh pemerintah.
7)      Mengakibatkan rusaknya reputasi negara.
8)      Menimbulkan biaya sosial yang tinggi.
9)      Distorsi terhadap system persaingan bebas.
10)  Mempersulit pengendalian moneter.
11)  Meningkatnya country risk.
12)  Meningkatkan kejahatan baik kuantitas maupun kualitasnya.
13)  Meningkatkan kerawanan sosial.
Sehubungan dengan hal tersebut, upaya untuk mencegah dan memberantas praktik pencucian uang telah menjadi perhatian internasional. Berbagai upaya telah ditempuh oleh masing-masing negara untuk mencegah dan memberantas praktik pencucian uang termasuk dengan cara melakukan kerjasam internasional, baik melalui forum bilateral maupun multilateral.
Di Indonesia khususnya sudah di undangkan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemberantasan dan pencegahan tindak pidana pencucian uang yaitu Undang-Undang No. 8 Tahun 2010. Dalam konteks kepentingan nasional, ditetapkannya undang-undang tersebut merupakan penegasan bahwa pemerintah dan sektor swasta bukan merupakan bagian dari masalah, akan tetapi bagian dari penyelesaian masalah, baik di sektor ekonomi, keuangan, maupun perbankan. Namun, dalam implementasinya undang-undang ini tidak berjalan secara efektif, karena pada kenyataannya justru pemerintah dan sektor swastalah yang berperan besar dalm praktik pencucian uang.
Terlepas dari kenyataan bahwa Indonesia membuat anti pencucian uang pada awalnya karena desakan internasional bukan karena kesadaran pentingnya pemberantasan pencucian bagi Indonesia. Praktik pencucian uang adalah suatu jalan bagi para pelaku kejahatan ekonomi untuk dengan leluasa dapat menikmati dan memanfaatkan hasil kejahatannya. Selain itu uang hasil kejahatan merupakan nadi bagi kejahatan terorganisasi (organized crimes) dalam mengembangkan jaringan kejahatan mereka, maka penghalangan agar pelaku dapat menikmati hasil kejahatan menjadi sangat penting.
Kejahatan terorganisasi yang paling berbahaya dan sangat berkepentingan untuk mencuci hasil kejahatan mereka pada awalnya hanya kejahatan perdagangan ilegal narkotika dan substansi psikotropika. Maka kriminalisasi pencucian uang semula hanya diarahkan untuk memberantas perdagangan narkotika dan sejenisnya seperti yang tercantum dalam United Nation Convention Against Illicit Traffic In Narcotic Drugs and Psychotropic Substances of 1988 (The Vienna Convention).
Pemikiran tentang berbahayanya praktik pencucian uang dan strategi pemberantasannya, sebetulnya di awali dengan kegagalan internasional dalam upaya pemberantasan peredaran gelap obat bius dengan segala jenisnya. Sebenarnya di sinilah merupakan awal ispirasi yang pada akhirnya melahirkan istilah Money Laundering pada tahun 1986 (USA) dan kemudian dipakai secara internasional. Namun sebenarnya istilah Money Laundering dalam artian hukum digunakan pertama kali oleh pengadilan Amerika berkaitan dengan putusan tentang penyitaan atas hasil kejahatan narkotika yang dilakukan oleh warga Columbia.
Dalam kaitannya bahwa pencucian uang merupakan tindak pidana di bidang ekonomi (economic crimes), yang pada intinya memberikan gambaran terdapat hubungan langsung bahwa gejala kriminalitas merupakan suatu kelanjutan dari kegiatan dan pertumbuhan ekonomi. Selain itu pula adanya fenomena bahwa kejahatan pencucian uang bukan permasalahan nasional semata tetapi berdimensi regional maupun internasional (transnasional) sehingga sangat penting untuk ditempatkan pada suatu sentral pengaturan.
Hampir semua kejahatan ekonomi dilakukan dengan motivasi mendapatkan keuntungan, maka salah satu cara untuk membuat pelaku jera atau mengurangi tindak pidana yaitu dengan memburu hasil kejahatan agar pelaku tidak dapat menikmatinya dan akhirnya diharapkan motivasi untuk melakukan kejahatan juga sirna:“this was ineffective and thus asset forfeiture was viewed as the key tocombating such crime. If the criminal is prevented from enjoying the fruits ofhis labor than these motivations for committing a crime that also disappears”.[9]
Berkembangnya modus dalam praktik pencucian uang serta meningkatnya jumlah uang yang diproses ilegal ini tidak terlepas dari pengaruh globalisasi dalam segala aspek kehidupan. Globalisasi tidak saja memacu aktifitas ekonomi transnasional secara sah,tetapi juga memicu aktifitas ekonomi yang ilegal. Munculnya jaringan informasi, komunikasi, transportasi dan global, tidak saja mengijinkan para pelaku bisnis untuk mengadopsi berbagai aspek organisasi dan operasionalisasi menejmen internasional, tetapi secara negatif digunakan pula oleh para pelaku kejahatan.
Pelaku kejahatan mengeksploitasi globalisasi ekonomi sedemikian rupa dengan memanfaatkan kemajuan sistem informasi, teknologi dan komunikasi yang digunakan lembaga keuangan untuk transfer uang dengan cepat dan mudah serta hampir tidak meninggalkan jejak sama sekali. Muncul lah apa yang dinamakan Megabyte Money dalam bentuk simbol pada layar komputer (computer screen), yang bekerja 24 jam sehari, 7 hari seminggu, dan dapat dipindahkan lagi dari waktu ke waktu agar tidak dapat dipantau olehpetugas penegak hukum. Hal ini memunculkan terjadinya dinamika perputaran keuangan dalam dunia maya (cyber), uang tidak lagi dapat diraba tetapi hanya dapat dilihat dalambentuk data. Keterlibatan dan penggunaan Hightechnology dalam dunia maya oleh parapelaku pencucian uang inilah yang memunculkan fenomena Cyber Laundering yang sangat berbahaya karena sulitnya untuk dilacak. Kejahatan ini merupakan kejahatan keuangan yang bersifat lintas batas yang sering kali menggunakan teknologi tinggi yang mutakhir dan dampaknya sangat merugikan keuangan nasional maupun global.
Alasan mengapa pencucian uang harus diberantas antara lain dari aspek kerugian yang ditimbulkan dan dampaknya pada perkembangan Organized Crimes. Selain itu pada United Nations Congress on The Prevention of Crime and Treatment of Offenders, Cairo 1995, jelas ditegaskan bahwa terdapat 17 kejahatan serius yang harus diwaspadai dan pencucian uang dikatagorikan sebagai yang paling berbahaya. Selain itu ditengarai adanya aliran dana sindikat kejahatan yang mempengaruhi perkembangan perbankan dan pasar modal internasional dalam satu dekade terakhir sehingga mendorong untuk dilakukannya kebijakan internasional dalam pemberantasan pencucian uang. Kejahatan ini merupakan kejahatan keuangan yang bersifat lintas batas yang sering kali menggunakan teknologi tinggi yang mutakhir dan dampaknya sangat merugikan keuangan nasional maupun global.[10]

Bagi pelaku, praktik pencucian uang dipandang sebagai suatu aktifitas ekonomi ilegal dan sangat menguntungkan serta hanya melibatkan orang tertentu dan transaksi tertentu yang biasanya tidak meninggalkan bukti fisik serta tidak menimbulkan korban individu.
Pada akhirnya ditangkap suatu makna bahwa tidak mudah untuk memberantas kejahatan pencucian uang, karena ciri dari kejahatan ini yang sulit dilacak, tidak ada bukti tertulis, tidak kasat mata. Selain itu dilakukan dengan cara yang rumit, karena didukung oleh teknologi yang canggih yang pada akhirnya menjadikan kejahatan pencucian uang bersifat sophisticated crimes. Kesulitan pemberantasan akan semakin meningkat manakala kejahatan pencucian uang berubah sifatnya sebagai cyber crimes (cyberlaundering) dengan menggunakan offshore banking (crimes)
  
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan yang terdapat diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1.      Tindak pidana pencucian uang adalah rangkaian kegiatan yang merupakan proses yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi terhadap uang haram, yaitu uang yang berasal dari tindak pidana, tindak pidana pencucian uang juga merupakan tindak pidana asal (Predicate Offence) yang berdiri sendiri. Tindak pidana pencucian uang juga termasuk dalam kejahatan jenis White Colar Crimes (Kejahatan kerah putih), yang biasanya dilakukan oleh orang-orang yang status sosialnya menengah keatas.
2.      Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya praktik Money Loundering, dan yang paling berpengaruh adalah faktor globalisasi, ekonomi dan kemajuan teknologi yang pesat. Tidak hanya itu, ada juga beberapa faktor lain yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya dan menyebabkan praktik pencucian uang marak terjadi di berbagai Negara.
3.      Secara umum, tujuan dilakukannya pemberantasan tindak pidana pencucian uang yaitu karena tindak pidana ini dapat merusak stabilitas perekonomian negara dan agar orang yang melakukan atau pelaku tindak pidana pencucian uang tidak bisa menikmati hasil kejahatannya itu. Praktik pencucian uang dipandang sebagai suatu aktifitas ekonomi ilegal dan sangat menguntungkan serta hanya melibatkan orang tertentu dan transaksi tertentu yang biasanya tidak meninggalkan bukti fisik serta tidak menimbulkan korban individu.
B.     Saran
1.      Penegakan hukum terhadap kasus dugaan pencucian uang sampai saat ini relatif sedikit yang sampai di pengadilan. Dari sisi penegak hukum Indonesia masih banyak menghadapi kendala, misalnya antara PPATK dan kepolisian nampaknya belum bisa bekerja secara simultan. Dalam praktek di lapangan sering terjadi ketidak harmonisan dalam menjalankan masing-masing peran sehingga dapat merugikan penegakan UUTPPU itu sendiri. Misalnya belum ada kesamaan persepsi antara PPATK dan polisi tentang transaksi yang mencurigakan, kemudian antara polisi dan jaksa pun nampaknya masih muncul persepsi yang berbeda sehubungan dengan telah terjadinya pencucian uang.
2.      Pada akhirnya ditangkap suatu makna bahwa tidak mudah untuk memberantas kejahatan pencucian uang, karena ciri dari kejahatan ini yang sulit dilacak (untraceable crime), tidak ada bukti tertulis (paperless crime), tidak kasat mata (discernible crime) selain itu dilakukan dengan cara yang rumit (inticrate crime), karena didukung oleh teknologi yang canggih yang pada akhirnya menjadikan kejahatan pencucian uang bersifat Sophisticated Crimes.


DAFTAR PUSTAKA
Buku
Sutan Remi Sjahdeni, 2004, Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme, Grafiti.
Peraturan Perundang-Undang
Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
Makalah-Makalah
Hasyim Sahfi, Makalah, Pengaruh Pencucian Uang Terhadap Pasar Modal.
Iskandar Ilham, Makalah, Sejarah Dan Tahapan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Nurhayati Idris, Makalah, Transaksi Transaksi Keuangan Yang Mencurigakan.
Sudiharsa, Makalah, Penanganan Tindak Pidana Pencucian Uang di Indonesia.
Yunus Husein. Makalah, Upaya Pemberantasan Pencucian Uang
Jurnal dan Situs Internet
Andrew Haynes, 1993, Money Laundering and Changes in International Banking Regulations, J.Int’lBanking Law.
Nurmalawaty S.H, 2006, Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) Dan Upaya Pencegahannya, Jurnal Equality Vol. 11, Universitas Sumatera Utara.





[1]Nurhayati Idris, Makalah, Transaksi Transaksi Keuangan Yang Mencurigakan, hlm 1
[2]http://www.jdih.bpk.go.id/informasihukum/MoneyLaundring.pdf
[3]Sudiharsa, Makalah, Penanganan Tindak Pidana Pencucian Uang di Indonesia, hlm 4
[4] Sutan Remi Sjahdeni, 2004,  Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme, Grafiti
[5]Iskandar Ilham, Makalah, Sejarah Dan Tahapan Tindak Pidana Pencucian Uang, hlm 6
[6]Nurmalawaty SH, 2006. Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Pencucian Uang ( Money Laundering ) Dan Upaya Pencegahannya, Jurnal Equality Vol.11. No.1 Universitas Sumatera Utara, hlm 14
[7] Ibid hlm 14-15
[8]Hasyim Sahfi, Makalah, Pengaruh Pencucian Uang Terhadap Pasar Modal, hlm 4
[9]Andrew Haynes, 1993, Money Laundering and Changes in International Banking Regulations, J.Int’lBanking Law, hlm 454
[10] Yunus Husein, Makalah, Upaya Pemberantasan Pencucian Uang, hlm 6

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MENGENAL REKAM JEJAK DIGITAL KITA DI INTERNET

Anggi Dwi Putra, SH Dunia digital memiliki jangkauan yang luas, tidak terbatas ruang dan waktu, mudah diterima serta dibagikan. Jika dahulu ...