![]() |
(Oleh: ANGGI DWI PUTRA, S.H) |
POLA PENYELESAIAN SENGKETA DI LUAR
PENGADILAN UMUM SERTA PERBANDINGAN KEKURANGAN DAN KELEMAHAN LITIGASI DAN NON
LITIGASI
Pola penyelesaian sengketa alternatif di
luar lembaga peradilan umum ini antara lain :
1.
Konsultasi
Konsultasi merupakan
suatu tindakan yang bersifat “personal” antara suatu pihak tertentu, yang disebut
dengan “klien”dengan pihak lain yang merupakan pihak “konsultan”, yang
memberikan pendapatnya kepada klien tersebut untuk memenihi kebutuhan dan keperluan
kliennya tersebut.
Berarti konsultasi
sebagai bentuk pranata alternatif penyelesaian sengketa, peran dari konsultan
dalam menyelesaikan perselisihan atau sengketa yang ada tidaklah dominan sama
sekali, konsultan hanyalah memberikan pendapat (hukum), sebagaimana diminta
oleh kliennya, yang untuk selanjutnya keputusan mengenai penyelesaian sengketa tersebut
akan diambil sendiri oleh para pihak, meskipun adakalanya pihak konsultan juga
diberikan kesempatan untukl merumuskan bentuk-bentuk penyelesaian sengketa yang
dikehendaki oleh para pihak yang bersengketa tersebut.
2.
Negosiasi
Negosiasi merupakan
komunikasi dua arah yang dirancang untuk melalui kesepakatan pada saat kedua
belah pihak memiliki berbagai kepentingan yang sama maupun berbeda.
Melalui negosiasi para
pihak yang berengketa atau berselisih paham dapat melakukan suatu proses
“penjajakan” kembali akan hak dan kewajiban para pihak dengan / melalui suatu
situasi yang sama-sama menguntungkan, dengan melepaskan atau memberikan
“kelonggaran” atas hak-hak tertentu berdasarkan pada asas timbal balik.
3.
Mediasi
Mediasi adalah sebuah
proses penyelesaian sengketa berdasarkan perundingan dimana seorang mediator
atau pihak ketiga diterima oleh para pihak dan membantu para pihak yang
bersengketa untuk mencari penyelesaian atas sengketa tersebut.
Mediasi jelas
melibatkan keberadaan pihak ketiga ( baik perorangan maupun dalam bentuk suatu
lembaga independen ) yang bersifat netral atau tidak memihak, yang akan
berfungsi sebagai “mediator”. Sebagai pihak yang netral, independen dan tidak
memihak dan ditunjuk oleh para pihak ,mediator ini berkewajiban untuk melaksanakan
tugas dan fungsinya berdasarkan pada kehendak dan kemauan para pihak. Walau
demikian, ada satu pola umum yang dapat diikuti dan pada umumnya dijalankan
oleh mediator dalam rangka penyelesaian sengketa para pihak.
4. Konsiliasi
Secara umum, dapatlah dikatakan
Konsiliasi merupakan sebuah proses penyelesaian sengketa berdasarkan
perundingan dimana seorang konsiliator atau pihak ketiga diterima oleh para
pihak dan membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari penyelesaian atas
sengketa tersebut. Berbeda dengan Mediasi, dalam Konsiliasi seorang konsiliator
atau pihak ketiga yang ditunjuk untuk membantu menyelesaikan sengketa, dapat
mengadakan intervensi dalam perundingan maupun pengambilan keputusan
penyelesaian sengketa itu.
Hasil kesepakatan para
pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa konsiliasi inipun harus dibuat
secara tertulis dan ditanda tangani secara bersama oleh para pihak yang
bersengketa. Kesepakatan tertulis hasil konsiliasi tersebut pun harus
didaftarkandi Pengadilan Negeri dalam jangka waktu 30 hari terhitung sejak
tanggal penanda tanganan, dan dilaksanakan dalam jangka waktu 30 hari terhitung
sejak tanggal pendaftaran di Pengadilan Negeri. Kesepakatan tertulis hasil
konsiliasi bersifat final dan mengikat para pihak.
5. Arbitrase
Menurut undang-undang No. 30 tahun 1999,
Arbiterase adalah cara penyelesaian suatu perkara atau sengketa perdata di luar
jalur peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbiterase yang di buat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa ( Pasal 1 ayat (1) ).
Fungsi arbitrase adalah untuk mencegah
atau bersifat presentif atau memproteksi suatu kontrak dan menyelesaikan
persoalan ketika baru terjadi.
Penyelesaian sengketa melalui jalur
Arbitrase lebih cenderung pada penyelesaian sengketa bisnis. Dan dapat
dilakukan melalui dua lembaga arbitrase yaitu Arbitrase Ad Hoc dan Arbitrase
Institusional.
PERBANDINGAN KEKURANGAN DAN KELEMAHAN LITIGASI DAN
NON LITIGASI
A. KEKURANGAN
DAN KELEMAHAN LITIGASI :
1)
Lambatnya
penyelesaian sengketa. Penyelesaian sengketa melalui proses litigasi pada
umumnya lambat dan membuang banyak waktu (waste of time) dan hal ini
dikarenakan proses pemeriksaan sangat formal dan sangat teknis.
2)
Mahalnya
biaya perkara. Makin lama penyelesaian mengakibatkan makin tinggi biaya yang
harus dikeluarkan, seperti biaya resmi dan upah pengacara yang harus tanggung.
Hal ini berakibat orang yang berperkara di pengadilan menjadi llumpuh dan
terkuras sumber daya, waktu dan pikiran (litigation paralyze people).
3)
Peradilan
tidak tanggap dan tidak responsif (unresvonsive). Pengadilan kurang tanggap
membela dan melindungi kepentingan umum serta sering mengabaikan perlindungan
umum dankebutuhan masyarakat. Dan pengadilan dianggap sering berlaku tidak adil
(unfire). Ini didasarkan atas alasan pengadilan dalam memberikan kesempatan
serta keleluasaan pelayanan hanya kepada lembaga besar dan orang kaya.
B.
KEKURANGAN DAN KELEMAHAN NON
LITIGASI :
1)
Berdasarkan Pasal 1 butir 1 jo. Pasal 5 Undang-undang
Nomor 30 Tahun 1999, sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase
terbatas pada sengketa perdata, khususnya mengenai perdagangan dan mengenai hak
yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh
pihak yang bersengketa. Dengan demikian tidak semua perkara bisa diselesaikan
melalui arbitrase. Meskipun perkara yang ada berupa sengketa perdata, belum
tentu juga dapat diselesaikan dengan arbitrase.
2)
Meskipun putusan arbitrase bersifat final dan mengikat,
proses arbitrase tetap membutuhkan Pengadilan Negeri untuk melaksanakan proses
eksekusinya.
3)
Pelaksanaan arbitrase asing dapat terhambat akibat adanya
asas nasionalitas dan asas resiprositas. Asas nasionalitas menyatakan bahwa
untuk menentukan dan menilai apakah suatu putusan arbitrase dapat
dikualifikasikan sebagai putusan arbitrase asing, harus diuji menurut ketentuan
hukum RI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar